Menikah adalah sebuah pilihan. Paling tidak, pernyataan ini lumrah berlaku pada saat sekarang di mana kebebasan individu ditekankan dan budaya masyarakat tak begitu dikedepankan.
Pada waktu-waktu dulu, menikah adalah keharusan. Ketika memasuki usia tertentu, baik wanita maupun laki-laki akan dituntun untuk menikah. Bahkan, diantaranya "dijodohkan" tanpa pertimbangan apakah perjodohan itu berdasar pada asas cinta atau rasa suka sama suka di antara kedua belah pihak.
Situasi sudah berubah. Tiap individu memiliki kebebasan untuk memilih apakah menikah ataukah tidak.
Bahkan, konteks sosial juga mulai terbuka dalam menerima keputusan tiap individu termasuk dalam urusan pernikahan. Jadinya mulai terbiasa ketika berhadapan ketika ada laki-laki atau pun perempuan yang memilih untuk tidak menikah.
Saya coba melakukan observasi sederhana di balik keputusan laki-laki untuk menunda dan bahkan tak mau menikah sekali. Observasi ini bermula dari konteks di mana saya sementara tinggal di Filipina saat ini.
Ada banyak laki-laki yang tak menikah. Tampak normal walaupun sesesekali diejek dalam tanda kutip. Namun, keputusan mereka itu seperti menjadi bagian tak terpisahkan dari konteks sosial dan cenderung mulai tertuju pada gaya hidup.
Tiga hal yang saya lihat dari alasan mereka tak mau menikah. Alasan-alasan ini sangat subyektif dan tak bisa mewakili keseluruhan dari tiap laki-laki yang tak mau menikah.
Â
Pertama, Ketidaksiapan Ekonomi
Konteks sosial kita kerap mengasosiasikan suami atau pun ayah sebagai pemegang dan penopang ekonomi keluarga. Suami atau ayah harus bekerja. Suami atau ayah harus menyediakan kebutuhan rumah tangga.
Ketika seorang laki-laki menikah, dia harus mapan secara ekonomi. Dia harus manafkahi keluarga.
Ketika peran suami atau ayah bertolak belakang dari asosiasi budaya itu, maka ada beban batin untuk pihak laki-laki. Beban batin itu dibarengi dengan stereotip masyarakat yang menilai bahwa laki-laki yang tak bekerja dan hanya istri yang bekerja adalah laki-laki yang tak becus dan malas.
Pola pikir itu membuat seorang laki-laki yang tak bekerja dan bahkan tak begitu mapan dalam urusan pekerjaan dan ekonomi memilih untuk menunda dan tak mau menikah sama sekali. Lebih baik memilih hidup sendiri dengan ketercukupan tertentu daripada dijadikan beban ekonomi untuk konteks kehidupan keluarga.
Laki-laki tak mau menikah karena tuntutan kehidupan ekonomi yang sulit. Tak ada peluang keuangan yang bisa membantu si laki-laki untuk membiayai kehidupan keluarga kalau nantinya menikah.
Kedua, Tak Mau Hidup Dalam Kontrol
Selain persoalan ekonomi, juga tak sedikit laki-laki yang tak mau terbebankan dengan tanggung jawab sebagai suami dan ayah. Tanggung jawab itu tak terbatas dalam penyediaan ketersediaan secara ekonomi, tetapi juga emosional dan spiritual.
Juga, keputusan untuk tak menikah lebih pada tak mau hidup dalam kontrol tertentu. Bukan rahasia lagi ketika menikah, kontrol tertentu walaupun tak tertulis secara langsung ikut mengikat. Misalnya, tak bisa keluar rumah sesuka hati dan bergaul sebagaimana yang terjadi sebelum menikah.
Relasi perlu diatur dan dikontrol. Bahkan, tak sedikit pihak wanita (istri) mempunyai pola pengaturan yang membuat ketidakleluasaan dalam bergaul dengan orang lain.
Tak pelak, ada laki-laki yang tak mau menilah lantaran mau hidup tanpa kontrol dari pihak lain. Seperti misal, tak ada yang diatur dalam pemakaian waktu, berelasi hingga soal pengaturan finansial. Pendek kata, seorang laki-laki memilih untuk tak menikah karena mau hidup "bebas", tanpa kontrol ketat dari pihak lain.
Ketiga, Luka Batin dengan Relasi Sebelumnya
Luka batin juga menjadi salah satu aspek di mana laki-laki enggan untuk menikah. Apalagi luka batin itu disebabkan oleh masalah yang sensitif yang terjadi pada waktu-waktu yang lampau.
Tak sedikit juga ada yang memutuskan untuk tak menikah karena terluka dengan relasi pada waktu yang lampau. Bukan rahasia lagi jika seorang laki-laki kadang cenderung menyimpan persoalan secara mendalam dan sangat sulit untuk move on dari persoalan tersebut.
Hal itu berujung pada situasi di mana berelasi dengan wanita bukanlah cara hidup yang cocok untuknya. Jadinya, lebih memilih untuk hidup sendiri daripada terjatuh pada persoalan dan sakit hati yang sama.
Tiga hal itu yang saya temukan setiap kali bertemu dengan kaum pria memilih untuk tak menikah. Pilihan itu tentu saja bermuara pada konsekuensi tertentu, di mana mereka harus hidup sendiri dan menghadapi konteks sosial tertentu.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H