Ketika laga kontra Bayern Munchen pada kualifikasi grup Liga Champions Eropa berakhir, para pemain Barcelona bersorak di pinggir lapangan bersama suporter di stadion Olimpic Lluis Companys (24/10/24) . Perayaan itu seolah Blaugrana sudah mendapatkan satu tiket ke babak selanjutnya.
Padahal, tidak. Hanya gegara mengalahkan Bayern Muenchen, tim yang sulit dikalahkan Barca.Lima laga selalu kalah kontra Munchen berakhir.
Akhirnya juga Barca bisa menjebol gawang Munchen setelah empat laga terakhir tak melakukannya. Makanya, selebrasi para pemain Barca sembari mengangkat Raphinha yang mencetak hatrick dalam laga tersebut cukup beralasan.
Raphinha merayakan 100 laga bersama Barca. Trofi Man of The Match menjadi salah satu hadiah di balik perayaan tersebut.
Performa Barca seperti menegaskan bahwa tim asal Catalan itu sudah kembali dalam performa sebagai tim elit. Munchen sudah tak lagi menjadi "hantu" yang dicemaskan. Sebaliknya, Barca yang sepertinya siap menjadi bayang-bayang ketakutan untuk tim-tim kuat di Liga Champions Eropa.
Apabila menilik bagaimana Barca menundukkan tim Bavaria itu, Pelatih Hansi Flick meniru gaya Jerman. Gaya Tim Panzer. Bermain penuh intensitas, terorganisir dan langsung menyerang.
Atau juga, dipadukan dengan gaya gegenpressing. Gaya Tika-taka ala Barca atau Spanyol pun tak begitu kentara.
Coba melihat gol pertama. Ketika Pedri mendapatkan bola dia langsung menyodorkannya pada Fermin Lopez yang juga tak menunggu waktu yang lama memberikan umpan terobosan pada Raphinha.
Flick sangat jeli memanfaatkan kecepatan dan intensitas Raphinha dalam memainkan sistem tersebut. Raphinha dengan tenang mengeco kiper veteran Manuel Neur sebelum mencetak gol.
Jarum jam belum sampai semenit. Biasanya, Barca memilih mengontrol bola dan bermain dari kaki ke kaki daripada langsung melakukan serangan.
Gol kedua Barca terjadi lantaran gaya menekan penyerang pada barisan belakang. Lagi-lagi Fermin yang mengganggu bek Munchen sehingga M. Kim tak bisa mengendalikan bola dengan baik. Fermin dengan jeli menyentuh bola di antara D. Upamecano dan Neur sehingga mengarah ke Robert Lewandowski yang tak terkawal.
Gol ketiga lebih pada kejelian gelandang jangkar Marc Cassado. Pemain didikan La Masia itu yang berada di bagian kanan lini tengah Barca memberikan umpan panjang kepada Raphinha di sisi kiri. Sebelum mencetak gol, Raphinha sedikitnya melakukan penetrasi dan kemudian menendang bola ke sisi kiri Neur. Gol ketiga tercipta sebelum turun minum.
Lalu, gol keempat lebih bergaya Jerman. Pedri, Lamine Yamal, dan Raphinha yang menjadi pencetak gol hanya menyentuh bola beberapa kali. Prosesnya begitu cepat. Barca memanfaatkan umpan-umpan panjang sehingga para pemain Munchen yang sudah naik lebih ke depan gagal menutup ruang serang pemain Barca.
Proses gol para pemain Barca, selain terjadi dengan gaya bermain menyerang cepat, juga penempatan posisi para pemain dalam menerima umpan. Umpan-umpan panjang menjadi andalan Barca sehingga tiap pemain seperti Yamal dan Raphinha seperti sudah diatur berada posisi yang tepat dalam menerapkan strategi tersebut.
Strategi seperti itu sebenarnya tak asing bagi permainan Muenchen dan Jerman. Tak terlalu mengandalkan permainan dari kaki ke kaki. Yang terpenting adalah berupaya mengarahkan bola dengan cepat ke area pertahanan lawan dan selalu memberikan tekanan pada lawan.
Dalam laga kontra Barca, Munchen yang menjadi korban dari sistemnya tersebut. Bila menilik statistik, Munchen memegang kendali penguasaan bola 61 persen. Namun, penguasaan bola itu tak sejalan dengan penciptaan gol ke gawang Barca.
Barca lebih banyak bertahan sembari mencari cara untuk melakukan serangan balik atau juga menembus barisan pertahanan Munchen. Kelebihan dari permainan Barca karena ada beberapa gelandang kreatif seperti Pedri dan penyerang sayap Yamal yang bisa melakukan penetrasi di area di lini tengah dan mengecoh pemain Munchen sehingga gaya permainan ala Barca masih ada. Kalau tidak, Barca sungguh-sungguh bermain dalam sistem Jerman ala Flick.
Gaya permainan Barca sepertinya tak beda dari gaya Flick dalam membangun Munchen sewaktu mengalahkan Barca dengan skor besar 8-2. Munchen tak menguasai bola, tetapi langsung mencari titik lemah untuk mencetak gol.
Begitu pula ketika Barca menang 4-1 kontra Muenchen, yang mana Barca tak menguasai bola, tetapi ketika mendapatkan bola, para pemain langsung mencari cara untuk menyerang dan mencetak gol.
Juga, Barca tak mengandalkan satu atau dua pemain, tetapi bergantung pada sistem sehingga pemain seperti Fermin bisa tampil pada level terbaik lantaran ditopangi sistem permainan tim.
Barca meruntuhkan tren negatif kontra Munchen dengan memanfaatkan gaya permainan Jerman. Bermain menekan, langsung, dan penuh intensitas dalam mencetak gol. Gaya itu pun bisa menjadi salah satu cara Barca dalam meladeni kekuatan Real Madrid di stadion Santiago Bernabeu akhir pekan mendatang dalam lanjutan kompetesi La Liga Spanyol.
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H