Kira-kira tinggal sebulan lagi terjadi masa transisi pada pemerintahan pusat Republik Indonesia dari Presiden Joko Widodo ke tangan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.Â
Dinamika politik tentu saja terjadi menjelang transisi kepemimpinan tersebut. Terlebih khusus, penjajakan, diskursus politik dan penentuan sosok-sosok yang akan duduk di kursi di kabinet kementerian. Â
Salah satu topik yang hangat diperbincangkan adalah mengenai jatah kursi yang akan diperoleh oleh partai-partai politik pendukung pemerintahan. Memang sangat wajar jika partai-partai pendukung kemenangan Prabowo-Gibran mendapat kursi kekuasaan di pemerintahan.Â
Akan tetapi, hal itu menjadi tantangan tersendiri karena seyogianya komposisi kabinet menjadi lebih sehat ketika diisi tak hanya didominasi dari partai politik, tetapi dari para sosok-sosok non-partai atau kalangan profesional.Â
Salah satu isu yang mencuat adalah rencana Prabowo-Gibran membentuk kabinet zaken, yang mana orang-orang yang duduk di kabinet dan pemerintahan merupakan orang-orang yang ahli pada bidangnya.Â
Tentu saja, kabar itu sangat baik untuk percaturan politik dan keuntungan perkembangan tata pemerintahan di tanah air.
Namun, di sisi lain, pasangan Prabowo-Gibran didukung oleh koalisi besar. Bukan rahasia lagi jika dukungan politik sewaktu pemilihan umum kerap kali berujung pada kepentingan politik, termasuk pembagian kursi kabinet kepada parta-partai politik di pemerintahan.Â
Untuk itu, bisa saja kabinet zaken yang mau dibangun dalam era pemerintahan Prabowo-Gibran berbaju partai politik. Hal itu ditekankan oleh Ahmad Muzani, yang merupakan Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Gerindra sebagaimana terlansir dalam Kompas.id (11 Â September 2024).Â
Muzani menilai bahwa Prabowo menginginkan sebuah pemerintahan kabinet zaken, walaupun mereka itu berasal dari partai-partai politik.Â
Mencermati kata-kata dari Sekretaris Jenderal Gerindra itu, bisa dibilang komposisi kabinet zaken yang mau dibangun itu tetap berasal dari partai politik. Yang berbeda adalah mereka disodor oleh partai politik lantaran keahlihan yang mereka punyai cocoa untuk posisi di kabinet.
Dengan itu, mereka benar-benar ahli dalam bidang yang mau diemban. Bukan semata-mata berstatuskan sebagai ketua umum partai atau pun kader partai politik.Â
Apabila langkah itu yang diambil oleh Prabowo-Gibran untuk kabinet mendatang, maka proses seleksi harus ketat. Bahkan, pembagian jabatan demi kepentingan koalisi partai politik perlu dikesempingkan guna mendapatkan kader yang benar-benar berkualitas duduk di kursi kabinet. Â
Seyogianya, kabinet zaken yang ideal mengacu pada anggota kabinet yang benar-benar didominasi oleh orang-orang yang bebas dari ketertikatan dengan partai politik atau murni berasal dari kalangan profesional. Â
Tujuannya agar keputusan yang terlahir bisa bebas dari belenggu kepentingan politik. Juga, orang-orang yang duduk di kabinet bisa tahu dan mengerti tentang bidang yang dikerjakannya dan bukan semata-mata "numpang" di kursi kekuasaan karena memenuhi kuato sebagai koalisi pemerintahan.Â
Kabinet zaken yang masih berasal dari kalangan partai mempunyai resiko tersendiri. Walau yang ditentukan memang ahli dalam bidangnya, tetapi dia tidak begitu saja menanggalkan baju partai politik.Â
Pastinya, kepentingan partai berada di belakang bahu dari menteri yang duduk. Istilah "petugas partai" tak serta merta hilang dari seorang yang akan duduk di kabinet.Â
Bagaimana pun, yang bersangkutan bisa duduk dalam kapasitasnya sebagai menteri lantaran pengaruh partai yang tergabung dalam koalisi pemerintahan.Â
Apabila Prabowo-Gibra benar-benar berniat membentuk kabinet zaken, yang paling ditekankan adalah asas profesionalitas. Dalam mana, orang-orang yang dipilih benar-benar berasal dari kalangan bebas kepentingan partai politik.Â
Kedua, Prabowo-Gibran memilih orang-orang yang benar-benar ahli dalam bidang yang akan dijalaninya. Memang, sangat wajar untuk membagi kekuasaan dengan partai pendukung pemilu.Â
Akan tetapi, langkah itu tak boleh menutup jalur untuk mencari putra-putri terbaik bangsa yang bisa bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara.Â
Pada titik itu, kabinet zaken benar-benar memiliki wajah dan nilai yang sesungguhnya. Mereka bekerja demi negara, dan bukan karena mencapai kepetingan politik.Â
Kabinet zaken yang mengedepankan keahlihan dari para petugas partai bisa terjadi. Namun, resiko kepentingan politik menjadi salah satu tantangan yang sulit terhindari.Â
Untuk itu, perlu pertimbangan tersendiri agar membagi kekuasaan terlalu banyak pada partai politik dengan dalil keahlihan dan target kabinet zaken.Â
Paling penting, perlu mencari orang-orang terbaik demi bangsa dan negara. Terlebih khusus di tengah kompleksitas tantangan dan persoalan yang dihadapi saat ini, Prabowo-Gibran membutuhkan para pembantu yang benar-benar bekerja untuk kepentingan negara dan bukan setengah hati karena diikat oleh kepentingan partai politik. Â
SalamÂ
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H