Biasanya ketika ada orang yang menyakiti hati kita, kita menjadi kecewa, marah, dan bahkan berujung pada dendam.
Inginnya kita membalas apa yang terjadi pada diri kita pada orang itu. Sakit hati yang kita alami mesti juga dialami oleh yang menyebabkannya.Â
Pun kita berharap agar orang yang melukai hati kita bisa mengalami kemalangan dalam hidupnya.
Reaksi-reaksi tersebut sangat manusiawi.Â
Boleh dikatakan kita menjadi manusia karena memberikan reaksi pada sesuatu yang datang dari luar. Sebaliknya, kita berhenti menjadi manusia ketika tak bereaksi sama sekali.
Sama halnya dengan reaksi kita pada ungkapan maaf. Ungkapan maaf itu bisa saja mengembalikan mood kita pada kondisi normal, tetapi juga bisa tak seratus persen memulihkan kondisi pikiran dan hati kita.
Ungkapan maaf hadir karena merasa diri sudah melakukan kesalahan dan menyadari kesalahan itu sudah menyakiti orang lain.
Tujuan lebih jauh dari ungkapan maaf itu agar relasi tetap terbangun, tak hancur sama sekali. Lewat menyampaikan maaf, kita coba memperbaiki dan menjelaskan situasi yang telah terjadi.
Namun, ungkapan maaf itu kadang tak menyembuhkan sakit hati dan meringankan beban batin secara total. Masih ada beban yang membuat kita trauma, kecewa, dan marah apabila mengingat peristiwa tersebut.
Salah satu alasan mendasar mengapa sulit melupakan karena kedalaman dari masalah dan luka yang telah terjadi. Masalah itu cukup sensitif. Lukanya sangat mendalam.
Untuk itu, penyampaian maaf tak cukup sebatas kata-kata, tetapi ada upaya untuk pengakuan dan pengklarifikasian masalah lebih mengakar dan penyembuhan luka yang telah terjadi secara intensif.