Beban batin anak disebabkan oleh pelbagai hal. Paling pertama adalah tidak menerima kenyataan atas kehilangan dua sosok yang sangat mengayomi mereka.Â
Apalagi jika kedua belah pihak memiliki perhatian yang sama, dan tiba-tiba memutuskan berpisah.
Pastinya, anak merasa sakit hati. Tidak mau menerima kenyataan jika kedua orangtua mereka bercerai.
Alasan lainnya adalah faktor lingkungan sosial. Beban batin yang tercipta karena pengaruh lingkungan sosial, di mana anak bergaul dan berinteraksi.
Anak yang berasal dari "broken familiy" pasti merasa sedih ketika melihat anak-anak lain hadir bersama orangtua saat ada kegiatan bersama di sekolah, misalnya. Atau juga, teman sebaya yang bercerita pengalaman tentang pergi berlibur bersama orangtua.
Situasi itu kadang membuat anak merasa tak nyaman. Menjadi sedih lantaran tak memiliki situasi dan pengalaman yang sama.Â
Bisa saja hal itu berujung pada sikap anak yang cenderung berada di rumah daripada bergaul dengan teman-teman sebaya. Â
Beban batin anak karena perceraian orangtua itu tak boleh dianggap sepeleh. Harus diantisipasi dan disikapi dengan baik oleh orangtua yang bercerai.Â
Kalau tidak anak bisa saja membangun dan terjebak pada orientasi hidup yang salah atau juga memiliki persepsi yang salah tentang hidup perkawinan.
Beban batin anak gegara perceraian orangtua perlu diantisipasi dan disikapi secara serius.Â
Di sini, selain orangtua memberikan penjelasan dan pemahaman atas perceraian yang terjadi, juga perlu pendampingan secara menerus kepada anak.
Dalam mana, orangtua tak boleh memutuskan tali kekeluargaan dengan anak-anak walaupun sudah bercerai.Â