Saya teringat komentar kakak sepupu saya saat mendaftarkan anaknya di salah satu  Sekolah Dasar. Dari sisi finasial, kaka sepupu saya itu bisa mendaftarkan anaknya di salah satu SD ternama.
Namun, dia menilai bahwa semua sekolah itu sama lantaran itu tetap bergantung pada anak sendiri dan dukungan orang tua dan bukan semata-mata pada tempat mereka bersekolah.
Pandangan itu sangat benar. Toh, tak sedikit anak yang berasal dari sekolah tak bernama yang mampu bersaing dan berprestasi di lingkup sosial. Bahkan, ada siswa dari sekolah ternama atau pun sekolah elit yang melakukan hal-hal negatif.
Contohnya tindakan bullying atau perundungan yang terjadi di salah satu sekolah internasional di Jakarta pada Maret 2024 ini. Berstatuskan sekolah bermutu, atau juga sekolah favorit, belum tentu luput dari tindakan penyelewengan.
Dengan ini, sekolah tak menjadi arena utama dan satu-satunya dari proses pendidikan dan pembentukan karater siswa. Semuanya itu masih bergantung pada orangtua (keluarga) dan juga anak/siswa sendiri.
Oleh sebab itu, kegagalan dalam seleksi masuk sekolah yang dipandang favorit bukanlah akhir dari proses pendidikan. Malahan, hal itu bisa menjadi bagian pembelajaran untuk waktu-waktu yang akan datang.Â
Juga, itu bisa menjadi bekal mental bagi anak dalam menyikapi setiap kegagalan dalam proses pendidikannya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H