Hari ini umat Kristen Katolik di seluruh dunia merayakan Minggu Palma. Perayaan Minggu Palma ibarat gerbang masuk pekan suci dan perayaan paskah.
Dalam Perayaan Minggu Palma, umat Kristen Katolik akan merenungi peristiwa di mana Tuhan Yesus masuk kota Yerusalem. Sembari naik keledai, Tuhan Yesus dielu-elukan bak seorang raja di gerbang kota Yerusalem.
Untuk konteks kitab suci, keledai menyimbolkan kesederhanaan. Tuhan Yesus memilih keledai sebagai tunggangannya untuk menunjukkan jati diri-Nya sebagai pemimpin yang tak dibentuk karena harta dan materi.
Di sini, Tuhan Yesus menekankan bahwa menjadi pemimpin tak bergantung pada barang yang dikenakan, tetapi sikap dan perlakuan kita kepada sesama.
Peristiwa sukacita penyambutan Tuhan Yesus masuk Yerusalam berubah drastis tiga hari setelahnya. Tuhan Yesus yang dielu-elukan saat masuk kota Yerusalem malah dituduh seperti penjahat. Pendek kisah, Tuhan Yesus disiksa dan mati di kayu salib.Â
Perubahan sikap itu bisa menunjukkan kecenderungan tingkah laku manusia. Tidak ada komitmen yang kuat dalam mengikuti Tuhan, dan pada saat yang sama tidak konsisten menunjukkan jati diri yang benar.
Signifikansi dari Minggu Palma
Minggu Palma sebenarnya menjadi momentum untuk merenungkan jati diri kita sebagai pengikut Tuhan. Siapakah kita sebagai pengikut Tuhan?
Apakah kita adalah pengikut yang benar dan setia? Ataukah, kita adalah pengikut yang penuh kepalsuan?
Pengikut yang benar adalah sosok yang setia untuk mengikuti jalan Tuhan tanpa bergantung pada situasi. Baik senang maupun susah, seorang pengikut Tuhan akan selalu mengikuti jalan Tuhan.Â
Juga, pengikut yang benar tercermin lewat kesetiaan antara kata-kata dan perbuatan. Apa yang tersampaikan adalah cerminan dari bahasa hati, dan hal itu mesti diungkapkan lewat perbuatan nyata.Â
Signifikansi ini bisa dikaitkan pada konteks para pemimpin yang terpilih pada pemilu 2024.
Setelah penetapan hasil pemilu 2024, kita sudah mengetahui siapa yang duduk di posisi pemimpin kita. Tentu saja, kita berharap agar apa yang mereka janjikan selama masa kampanye bisa diwujudnyatakan saat mereka sudah duduk di kursi jabatan.Â
Pada titik ini, ujian terbesar dari para pemimpin yang terpilih adalah untuk menunjukkan sosok yang benar dalam rupa kesesuaian antara janji dan perbuatan mereka sebagai pemimpin.Â
Oleh sebab itu, mereka tak boleh terjebak atau masuk lingkaran pemimpin yang berwajah plastik. Dalam mana, berkampanye hanya untuk mendapatkan suara dan tak memenuhi janji politik saat sudah terpilih dan duduk di kursi kekuasaan.Â
Model kepemimpinan seperti ini menjadi salah satu koreksi besar yang mau direnungkan pada Minggu Palma. Kita perlu menjauhi tipe diri yang penuh kepalsuan dan berupaya menunjukkan jati diri yang benar.Â
Jangan sampai menggebu-gebu di masa kampanye semata demi kepentingan elektoral semata, namun semangat untuk memimpin menjadi lemah saat menghadapi konteks hidup rakyat.
Tuhan Yesus yang memilih keledai sebagai tunggangan masuk ke kota Yerusalem guna memberikan pesan bahwa menjadi pemimpin tak bergantung pada materi, tetapi sikap dan perlakuan pada sesama. Hal yang sama juga untuk pemimpin yang terpilih.
Menjadi pemimpin yang benar tak bergantung pada penampilan dan ekspresi luar. Tetapi lebih dari itu, jati diri sebagai pemimpin bergantung pada komitmen dan kesetiaan dalam melayani sesama.
Minggu Palma menjadi momentum untuk berefleksi. Siapakah kita sebagai pengikut Tuhan?
Kita perlu menunjukkan jati diri kita yang benar dalam setiap konteks hidup kita. Sebagai pemimpin, kita perlu berkomitmen dan konsisten antara kata dan perbuatan kita.
Sebagai pengikut agama, kita menjadi pengikut yang setia untuk menjalankan ajaran agama dalam setiap konteks kehidupan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H