Dari loud speaker terdengar pengumuman. "Bagi kita yang datang melayat, sebaiknya tak mengambil foto dari almarhum." Pengumuman itu sangat bentuk penghindaran dari kebiasaan segelintir orang yang mengambil foto hanya untuk kepentingan media sosial.
Salah satu tendensi bermedia sosial adalah agar bisa mendapatkan pengikut (follower) sebanyak mungkin. Biasanya semakin banyak atau bertambah follower di salah satu platform medsos, semakin kuat juga keinginan untuk bermedsos.Â
Hal itu berdampak lanjut pada keinginan untuk mencari konten yang bisa menaikan follower. Makanya, setiap ada momen tertentu, ada upaya untuk menjadikan momen itu sebagai konten di medsos.Â
Bagaimana pun, follower ada bukan semata-mata karena faktor kedekatan seperti karena ikatan kekerabatan dan pertemanan, tetapi juga bergantung pada konten yang ditampilkan dalam sebuah akun medsos.Â
Ya, banyak pegiat medsos yang memang mendapatkan follower lantaran konten yang ditampilkan. Bahkan, kita mengikuti platform dari seseorang  karena faktor konten yang ditampilkan.Â
Apabila sesuai dengan keinginan, minat, dan kesukaan pribadi kita, kita biasanya meng-like konten tersebut dan menjadikan diri kita sebagai salah satu pengikut.Â
Sama halnya, kalau kita menginginkan pengikut yang banyak. Paling tidak, konten kita mesti menarik dan menggugah perhatian orang-orang di medsos.Â
Oleh sebab itu, perlu jeli dan cepat dalam menempatkan konten di medsos. Kejelian di sini juga menyangkut kepekaan dalam membaca apa yang diinginkan orang di medsos dan itu  bisa memainkan perasaan penikmat medsos.Â
Terang saja, tak sedikit orang yang memanfaatkan tragedi seperti realitas kematian seseorang. Terlebih lagi, kematian itu menyangkut orang penting dalam konteks sosial tertentu, atau jga peristiwanya terjadi secara tragis. Sulit dihindari bahwa realitas kematian mereka itu kadang "dimanfaatkan" untuk kepentingan medsos.Â
Masalahnya, apabila apa yang dilakukan itu mengabaikan etika dan  empati. Dalam mana, hal itu tak menghargai perasaan orang yang sementara berduka. Pada titik ini, hemat saya, aktivitas bermedsos sudah melenceng jauh dari etika yang seharusnya.Â
Pasalnya, tak semua orang mau momen duka dan momen tragedi tersampaikan lewat medsos. Apalagi, momen itu hanya dipakai untuk menaikan popularitas diri di medsos guna mendapatkan keuntungan branding secara personal tetapi tak memberikan keuntungan material dan emosional dari yang menjadi obyek konten.Â
Oleh karenanya, perlu kontrol diri dalam melihat dan mengabadikan momen tragedi dan duka yang terjadi di sekitar kita. Tak semua momen tragedi perlu diabadikan agar bisa tampil di medsos.Â
Beberapa cara untuk kontrol diri. Pertama, menghargai privasi seseorang atau yang lagi berduka.
Ada privasi yang perlu dijaga dan kita perlu tahu batas privasi tersebut. Bukan rahasia lagi, jika ada orang yang tak mau privasinya terekspos ke medsos.Â
Makanya, banyak peristiwa tragedi yang tersampaikan ke medsos, tetapi kemudian yang menjadi objek dari peristiwa itu meminta agar postingan tersebut dihapus dari halaman medsos.
Kalau kita tidak kenal dengan yang berduka, sebaiknya kita mengontrol diri untuk tak mengabadikan momen yang terjadi. Perlu kita mengenal batas privasi dengan orang lain. Hal itu juga dibarengi dengan penghargaan atas privasi tersebut.
Kedua, Kedepankan aksi atau tindakan untuk Menolong daripada lebih mementingkan konten media sosial.Â
Barangkali Anda pernah melihat meme saat terjadi peristiwa kecelakaan. Alih-alih membantu orang yang mengalami kecelakaan, orang lebih tertarik untuk mengabadikan momen itu lewat phone dan mempostingnya di medsos.Â
Ketika urusan medsos sudah selesai, kemudian mereka menolong orang yang menderita kecelakaan tersebut. Â
Padahal, seharusnya kita perlu membantu terlebih dahulu daripada lebih mementingkan keuntungan pribadi. Untuk itu, kita seharusnya mementingkan aksi untuk menolong saat seseorang menghadapi tragedi daripada lebih fokus mencari cara untuk mendapatkan momen untuk kepentingan media sosial.Â
Tantangan bermedsos memang tak gampang. Empati bisa hilang demi kepentingan konten. Etika bisa terabaikan hanya untuk mandapatkan simpati pengikut di medsos.Â
Untuk itu, kita harus tahu diri bahwa setiap peristiwa tragis mesti menuntuk sikap moral. Sikap moral itu nampak lewat aksi nyata, misalnya, langsung menolong orang yang sementara tertimpah masalah.Â
Di sini, kita seyogianya mengabaikan konten medsos demi kepentingan kemanusiaan.Â
Memanfaatkan tragedi kemanusian untuk kepentingan medsos kadang hanya menguntungkan pribadi tetapi mengabaikan mereka yang sementara tertimpah tragedi tersebut. Oleh sebab itu, kita perlu menghargai sisi kemanusiaan daripada mencari untung untuk kepentingan pribadi.Â
SalamÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H