Artinya, untuk generasi saat ini, tidak gampang untuk membiasakan makan pangan lokal. Efek lanjutnya adalah pada bagaimana makanan lokal menjadi alternatif di tengah krisis pangan dan juga menjaga kesehatan anggaran keluarga.
Pasalnya, saat sekarang ada kecenderungan untuk membeli makanan dari luar dan mengesampingkan pangan lokal. Padahal, kalau direnungkan jika kita mengonsumsi pangan lokal, kita bisa menghemat dari sisi keuangan dan tak bergantung pada makanan dari luar.
Oleh sebab itu, di tengah isu ancaman krisis pangan, keluarga perlu menjadi garda pertama dalam menyikapi situasi ini. Paling tidak, beberapa hal yang bisa dilakukan.
Pertama, Memperkenalkan Pangan Lokal kepada anak.
Pernah suatu kali, ibu saya menyajikan ubi talas atau dalam bahasa kami, Manggarai, "Tete Teko." Keponakan saya yang mau menginjak usia enam tahun agaknya penasaran. Barangkali baginya, jenis ubi itu hanya satu yakni singkong saja. Tanpa ragu, dia bertanya ke ibu saya tentang ubi itu.
Dengan agak terkejut, dia mendengar jawaban kalau ubi talas juga adalah ubi. Pertanyaan keponakan saya itu muncul karena ubinya disajikan dan dilihat secara langsung. Kalau tidak pernah disajikan, barangkali keponakan saya bertanya atau mengetahui ubi jenis lain daripada singkong.
Untuk itu, perlu orangtua menyajikan pangan lokal di keluarga dengan mengganti makanan olahan. Tujuannya agar anak menjadi familiar dengan pangan lokal.
Kedua, Perlu Pembiasaan untuk Mengonsumsi Pangan Lokal.Â
Pada titik tertentu, orangtua tak boleh selalu mengiakan semua keinginan anak. Apalagi, keinginan itu berdampak pada kesehatan anak atau juga cenderung memaksakan anggaran keluarga.
Membeli makanan olahan dan kemasan cenderung lebih mahal daripada pangan lokal. Jika ada kebun atau pun halaman, tempatnya dijadikan pekarangan untuk menanam pangan lokal.
Selanjutnya, pangan lokal mesti selalu disajikan di rumah. Kebiasaan orangtua akan selalu dilihat oleh anak-anak. Bukan tak mungkin, kebiasaan orangtua itu akan diikuti oleh anak-anak.
Masalahnya, ketika orangtua yang tak terbiasa mengonsumsi pangan lokal dan lebih memilih makanan olahan. Situasi ini tentu saja tak akan bisa menciptakan iklim untuk mengonsumsi pangan lokal di keluarga.
Ketiga, Keluarga tak boleh gengsi menyajikan dan mengonsumsi pangan lokal.