Namun, ada pula coba menenangkan caleg dengan memberikan jalan tengah. Misalnya ada lima suara dalam satu atap atau satu keluarga, maka kelima suara itu disebarkan ke caleg yang datang. Tujuannya agar memuaskan caleg yang berkunjung.
Tentu saja, sikap-sikap politik itu tak sejalan dengan semangat berpolitik secara demokratis. Sejatinya, pilihan berpolitik perlu bebas dari ikatan dan kepentingan tertentu.
Dalam arti, saat kita menentukan pilihan, kita memilih berdasarkan kehendak yang bebas seturut pertimbangan nurani dan rasio kita.Â
Oleh karena itu, peluang tidak memilih anggota keluarga atau pun tetangga sangat terbuka apabila mereka tak sesuai dengan nurani dan rasio kita.
Akan tetapi, pada kenyataannya pilihan politik kita sering kali terikat oleh latar belakang di mana kita tinggal, asal kita, budaya, dan sebagainya. Ketika kita sudah terikat oleh latar belakang itu, pilihan kita pun menjadi tidak bebas, tetapi terikatÂ
Kita memilih caleg tertentu hanya semata-mata dia adalah tetangga ataukah anggota keluarga kita. Padahal, belum tentu visi dan misi politiknya kita pahami ataukah bisa menjawabi kebutuhan kita sebagai rakyat.
Dengan ini, tahun politik selalu penuh tantangan tersendiri bagi masyarakat. Tantangan itu berupa pilihan yang cukup dilematis karena faktor pilihan berdasar pada latar belakang budaya dan sosial.
Namun, apabila dicermati, situasi dilematis itu bisa teratasi andaikata setiap orang sudah melek politik atau terdidik dalam berpolitik.Â
Keterdidikan dalam berpolitik itu nampak saat cerdas mengambil sikap politik, yang mana memilih bukan karena kenal caleg secara fisik tetapi karena percaya visi dan misinya bisa diterapkan saat terpilih.
Untuk itu, pendidikan politik harus terbangun sejak dini. Anggota keluarga dididik dalam menentukan sikap berdasarkan pada nurani dan rasio. Apabila benar, yah harus mengambil sikap secara benar dan bukan sebaliknya.
Salam