Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sikap Politik antara Pilih Keluarga ataukah Tetangga

15 September 2023   11:44 Diperbarui: 15 September 2023   11:52 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilihan. Foto: Thinkstock via Kompas.com

Musim politik sudah mulai kentara. Baliho-baliho calon legislatif mulai dari level daerah kabupaten hingga pusat terpajang di tempat-tempat strategis pada pelbagai wilayah di Indonesia.

Diskusi politik makin panas, terlebih khusus tingkat elit yang mau menggolkan capres dan cawapres mendatang. Pembicaraan tentang pemilu sudah menghiasi obrolan masyarakat. 

Contohnya kemarin  sewaktu di rumah saya ada seorang kerabat yang datang bertamu. 

Selain berbicara tentang masalah keluarga, kami juga berbicara tentang caleg yang maju pada pemilu mendatang. Pembicaraan kami pun sampai pada situasi dilematis dalam menentukan pilihan. Antara keluarga ataukah tetangga.

Pernah ada kejadian di keluarga kami, di mana ada tetangga yang datang dan memohon dukungan. Namun, di lain pihak ada juga anggota keluarga yang juga ikut kontestasi pemilu yang sama, tetapi beda partai dengan tetangga itu.

Situasi itu cukup membingungkan karena tidak enak hati apabila tak memilih tetangga dan memilih keluarga, juga sebaliknya.

Situasi seperti ini sudah sering terjadi, yang mana caleg itu muncul dari lingkup keluarga Dan ada pula yang dari tetangga. Mereka menargetkan kursi yang sama. Lantas, bagaimana menghadapi situasi ini?

Sikap politik pun beragam. Ada yang memilih terangga karena mereka orang yang terdekat kalau dibutuhkan. Anggota keluarga kadang datang saat ada kebutuhan tertentu.

Ada yang memilih anggota keluarga lantaran kedekatan emotional. Paling tidak, ada kebanggaan saat anggota keluarganya yang lolos dan tembus caleg.

Ada pula yang memilih jalan tengah. Siapa yang lebih dahulu datang ke rumah, dia itu yang akan dipilih. Apabila tetangga yang lebih dahulu datang daripada keluarga, maka tetangga itu yang akan dipilih.

Namun, ada pula coba menenangkan caleg dengan memberikan jalan tengah. Misalnya ada lima suara dalam satu atap atau satu keluarga, maka kelima suara itu disebarkan ke caleg yang datang. Tujuannya agar memuaskan caleg yang berkunjung.

Tentu saja, sikap-sikap politik itu tak sejalan dengan semangat berpolitik secara demokratis. Sejatinya, pilihan berpolitik perlu bebas dari ikatan dan kepentingan tertentu.

Dalam arti, saat kita menentukan pilihan, kita memilih berdasarkan kehendak yang bebas seturut pertimbangan nurani dan rasio kita. 

Oleh karena itu, peluang tidak memilih anggota keluarga atau pun tetangga sangat terbuka apabila mereka tak sesuai dengan nurani dan rasio kita.

Akan tetapi, pada kenyataannya pilihan politik kita sering kali terikat oleh latar belakang di mana kita tinggal, asal kita, budaya, dan sebagainya. Ketika kita sudah terikat oleh latar belakang itu, pilihan kita pun menjadi tidak bebas, tetapi terikat 

Kita memilih caleg tertentu hanya semata-mata dia adalah tetangga ataukah anggota keluarga kita. Padahal, belum tentu visi dan misi politiknya kita pahami ataukah bisa menjawabi kebutuhan kita sebagai rakyat.

Dengan ini, tahun politik selalu penuh tantangan tersendiri bagi masyarakat. Tantangan itu berupa pilihan yang cukup dilematis karena faktor pilihan berdasar pada latar belakang budaya dan sosial.

Namun, apabila dicermati, situasi dilematis itu bisa teratasi andaikata setiap orang sudah melek politik atau terdidik dalam berpolitik. 

Keterdidikan dalam berpolitik itu nampak saat cerdas mengambil sikap politik, yang mana memilih bukan karena kenal caleg secara fisik tetapi karena percaya visi dan misinya bisa diterapkan saat terpilih.

Untuk itu, pendidikan politik harus terbangun sejak dini. Anggota keluarga dididik dalam menentukan sikap berdasarkan pada nurani dan rasio. Apabila benar, yah harus mengambil sikap secara benar dan bukan sebaliknya.

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun