Pendek kata, pengalaman mereka mungkin satu langkah di depan daripada pemain Indonesia yang tak mempunyai pengalaman sama sekali berkarir di luar negeri.
Tak masalah jika para pemain lokal asal Indonesia juga berkiprah di luar negeri. Pengalaman dari luar negeri memungkinkan mereka beradaptasi dengan keberadaan para pemain naturalisasi.
Misalnya, Asnawi Mangkulam yang bermain di Liga Korea Divisi 2. Bersama dengan Jeonnam Dragons, Asnawi bukan penghuni bangku cadangan, tetapi tampil regular.
Tak pelak, pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong selalu mempercayainya. Bahkan, Asnawi didapuk sebagai kapten tim. Artinya, secara kualitas, pemain berusia 23 tahun bisa bersaing dengan para pemain naturalisasi.
Kemenangan kontra Turkmenistan menjadi bukti kesolidan timnas. Tak ada pemain yang tampil menonjol. Bahkan, para pemain lokal asli Indonesia juga tampil di atas standar terbaik.
Juga, kemenangan itu meruntuhkan gap antara pemain lokal dan pemain naturalisasi. Sebaliknya, baik pemain lokal bisa berkombinasi dengan pemain naturalisasi secara solid.
Dalam laga ini, Shin Tae-yong menurunkan hanya tiga pemain naturalisasi sejak menit-menit awal. Mereka adalah Sandy Walsh, Jordi Amat dan M. Klok. Selebihnya, Tae-yong mempercayakan para pemain lokal.
Dengan ini, timnas tak sepenuhnya bergantung pada proses naturalisasi lantaran para pemain lokal juga bisa memberikan kontribusi. Lebih jauh, keberadaan pemain naturalisasi di dalam tim juga bisa menjadi tandem dan mentor untuk para pemain lokal.
Jalan masih panjang untuk timnas Indonesia. Kendati demikian, kemenangan kontra Turkmenistan menjadi salah satu bekal untuk memperkuat kesolidan timnas yang memiliki keberagaman lantaran kombinasi pemain lokal dan naturalisasi.
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H