Selain itu, Guardiola juga memoles taktiknya dengan memainkan umpan-umpan panjang memanfaatkan karakter dan kekuatan Haaland. Tak ayal, kiper Man City, Ederson kerap menjadi salah satu aktor penting dalam menyuplai peluang untuk lini depan Man City.
Tentu saja, kekuatan Man City juga terletak pada kualitas pemain yang dimiliki. Haaland kerap menjadi momok untuk lawan.
Reputasinya itu membuat lawan tak segan mengawalnya ketat. Namun, kawalan ketat itu malah membuka peluang bagi pemain lain.
Hal itu sangat nampak saat Man City bermain dengan Madrid dalam dua leg. Para bek Madrid berhasil mengunci pergerakan Haaland dan menutup peluang untuk pemain Norwegia tersebut.Â
Namun, Madrid tak sadar dengan peran pemain Man City seperti B. Silva yang kerap melakukan transisi pergerakan dengan Kevin de Bruyne di bagian sisi kiri. Begitu juga kelincahan Jack Grealish dan I. Gundongan. Berkat taktik itu, B. Silva mampu mencetak dua gol ke gawang Madrid.
Ya, taktik Pep Guardiola bisa merumitkan MU. Terlebih lagi, MU mempunyai ketimpangan di lini belakang lantaran bek andalan seperti L. Martinez masih cedera. Berita baiknya, R. Verane bisa dimainan diduetkan dengan Victor Lindelof. Â
Belum lagi, pergerakan lini depan yang tak seimbang. Kualitas Marcus Rashford tak diimbangi oleh Antony di sisi kanan. Jadinya, ketika melakukan serangan balik, pergerakan MU bisa gampang terbaca oleh Man City.Â
Taktik permainan Man City di tangan Guardiola bisa merumitkan MU di partai final Piala FA. Kendati demikian, faktor sejarah dan rivalitas derby sekota bisa saja menaikan moral dan mentalitas para pemain sehingga pertandingan berlangsung seru.Â
Salam Bola
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H