Hal yang patut disoroti dan dievaluasi adalah apakah perjuangan dan kerja keras itu berjalan lurus dengan kompetensi dan keahlihan tertentu. Sekiranya, setelah melewati proses penddikan tertentu, ada kompetensi yang tercapai dan bukannya gelar di atas kertas semata.Â
Akan tetapi, konteks sosial dan budaya kerap kali menuntut gelar daripada menimbang kompetensi yang tercapai. Gelar diagungkan, dan keahlihan tak begitu dipertimbangkan.Â
Semakin tinggi gelar seseorang, makin besar rasa hormat dan tinggi sanjungan yang diperoleh. Yang bersangkutan pun ditempatkan pada level tertinggi dalam kehidupan sosial gegara gelar yang diperoleh.Â
Padahal, gelar yang tak tercapai belum tentu sepenuhnya membahasakan kompetensi. Oleh sebab itu, kita perlu menekankan kompetensi dan keahlihan yang tercapai di bangku pendidikan daripada gelar semata.Â
Toh, fakta kadang membuktikan bahwa yang tak bergelar tinggi tampil lebih meyakinkan di dunia kerja daripada yang mempunyai banyak gelar.Â
Untuk itu, tak boleh mengagungkan gelar semata, tetapi berupaya untuk melihat tiap individu berdasarkan pada keahlihan dan kompetensi yang tercapai selama masa pendidikan.Â
 Â
Kedua, Kemalasan melakukan riset secara pribadi.
Selama menjadi peserta didik, riset secara pribadi merupakan bagian yang sangat penting. Kemalasan dalam melakukan riset kerap berbuah pada hasil kerja yang dangkal, tak menukik pada inti pelajaran yang ditekuni, dan tak betah untuk mempelajari sesuatu.Â
Ya, kemalasan melakukan riset bisa nampak pada mentalitas mencari gampang. Ketika ada tugas, seseorang mencari bahan di internet dan tinggal meng-copy-paste bahan tersebut sebagai bagian tugasnya.Â
Atau juga, kemalasan melakukan riset secara pribadi berdampak ketika meminta orang lain untuk mengerjakan tugas sekolah daripada berusaha sendiri.Â