Dunia pendidikan di tanah air tercoreng dengan fenomena perjokian ilmiah. Fenomena ini mengarah pada upaya untuk mendapatkan gelar akademis, menghasilkan karya ilmiah, atau pun mencapai target akademis tanpa usaha kuat dan mengikuti proses yang semestinya.Â
Lebih pada jalur instan dan gampang tanpa melibatkan kerja keras dan ketekunan dari pelaku pendidikan demi mendapatkan gelar atau pun melewati proses pendidikan.Â
Tentu saja, perjokian ilmiah lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Kualitas proses pendidikan tak hanya tercoreng, tetapi juga berada pada titik terendah lantaran tak dihargai atau pun tak dipandang sebagai bagian yang esensial dalam memanusiakan manusia.Â
Padahal, dalam dunia pendidikan, proses sangatlah penting. Proses itu melibatkan sistem kerja dari institusi hingga kerja keras dan ketekunan dari pelaku pendidikan, dalam hal ini guru dan peserta didik.Â
Ketika peserta didik dan dosen lebih memilih jalan singkat, misalnya lewat jasa joki ilmiah, untuk mendapatkan hasil, proses pendidikan pun tak dihargai, sistem kerja lembaga pendidikan patut dievaluasi, dan outcome  serta kualitas dari peserta didik pun patut dipertanyakan.
Untuk itu, Â kita perlu melawan fenomena perjokian ilmiah. Ini adalah ancaman dunia pendidikan.Â
Hemat saya, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang terjebak pada perjokian ilmiah. Sebab-sebab ini bisa menjadi landasan untuk mencari jalan keluar dari fenomena perjokian ilmiah.Â
Â
Pertama, Iklim sosial dan budaya yang terlalu mengagungkan gelar daripada kompetensi.Â
Gelar dari bangku pendidikan menjadi keistimewaan tersendiri. Tak masalah apabila gelar itu diraih lewat perjuangan dan kerja keras.Â