Minggu lalu, saya bersama beberapa rekan kerja bercerita tentang salah seorang yang kami semua kenal. Dia menderita penyakit diabetes akut dan sampai saat ini masih dirawat di rumah sakit.Â
Pihak medis memutuskan untuk memotong jari di salah satu kakinya yang sudah berdampak parah. Sedihnya, apabila cara itu tak bisa secara total mengatasi persoalan kakinya, maka langkah berikutnya adalah memotong bagian kakinya hingga ke bagian lutut.
Pengalaman teman itu mengajarkan banyak hal. Salah satunya tentang gaya hidup.Â
Pasalnya, teman itu sudah tahu bahwa keluarganya memiliki riwayat sakit diabetes dan juga beberapa anggota keluarganya meninggal karena penyakit itu, namun teman itu tak mengendalikan gaya hidupnya.Â
Malahan, setiap kali diingatkan sewaktu sudah menderita sakit diabates, teman itu selalu berdalih dengan pelbagai alasan.Â
Secara pribadi, pengalaman teman itu pun mengingatkan saya. Tahun lalu, saya coba melakukan perubahan gaya hidup untuk mengontrol gula darah, sekaligus cara untuk mencegah penyakit diabetes.Â
Saya tinggal di Filipina. Di sini, minuman bersoda dan berkalori tinggi, makanan berasa manis, Â junkfood, makanan instan menjadi sesuatu yang lumrah dijumpai. Gegara tak kontrol pola makan dan gaya hidup, saya menemukan tanda-tanda yang mengarah pada tingginya gula darah.Â
Seperti misal, badan merasa malas, sering merasa haus, intensitas tidur dengan porsi yang cukup banyak. Akibatnya, tekanan darah naik padahal tak mempunyai rekam jejak darah tinggi.Â
Lantas, saya coba mengubah gaya hidup sebagai cara untuk mengantisipasi penyakit, terlebih antisipasi dini penyakit diabetes. Beberapa langkah yang saya buat.Â
Pertama, tak lagi membeli makanan dan minuman manis dan berkalori tinggi.Â
Sebelumnya, saya begitu suka mengonsumsi minuman manis. Kopi instan yang rasanya sudah manis, kadang saya tambahkan dengan gula.Â
Belum lagi, kebiasaan membeli jus berasa manis dan saya simpan di kulkas. Setiap kali merasa haus, saya lebih cenderung memilih untuk minum jus daripada minum air putih.Â
Hal ini membentuk gaya hidup. Dalam daftar pembelian saya di supermarket, selalu saya sematkan minuman jus dan juga makanan yang berkadar kalori. Â
Kebiasaan itu membuat badan saya naik drastis. Pinggang melebar dan membuncit.Â
Saya coba mengontrol diri mulai dari stop membeli minuman bersoda dan manis. Daftar minuman buah yang dikemas sebagai jus pun dihapus dari daftar pembelian.Â
Kadang ada orang yang menghadiahkan kepada saya. Daripada dibiarkan di rumah, saya sesegera mungkin memberikan itu kepada tamu yang kebetulan datang.
Kedua, berpuasa.Â
Sampai sekarang saya masih aktif dalam kegiatan berpuasa. Saya mengikuti pola intermetting fasting.Â
Pagi hari, saya hanya minum kopi dan saya mengganti gula dengan madu. Kadang juga tanpa madu. Â Kopi murni.
Saya akan makan ketika jam 1 siang atau pun 2 siang. Bergantung juga pada rasa lapar. Apabila masih kenyang, saya tak memaksa diri untuk makan.Â
Menurut beberapa video kesehatan yang saya nonton, berpuasa sangat bagus untuk mengontrol gula darah. Ketika kita tak makan, kita mengontrol organ yang mengonsumsi gula darah untuk tak bekerja.Â
Makanya, diabetes kerap muncul karena kita tak mengontrol makanan yang kita konsumsi. Konsumsi makanan yang berlebih membuah organ penghasil gula kewalahan untuk bekerja.Â
Makanya, menahan diri untuk makan sangat perlu. Paling kurang, tubuh juga membutuhkan waktu istirahat. Â Â
Ketiga, mengganti minuman bersoda dengan air putih.Â
Di Filipina, biasanya minuman bersoda menjadi hal yang lumrah saat ada acara atau juga menjamu tamu. Hal itu dibuat sebagai ungkapan respek untuk mereka yang bertamu.Â
Namun, setahun yang lalu saya mulai mengontrol diri. Tak lagi mengonsumsi minuman bersoda. Ketika ada tawaran minuman bersoda, saya lebih memilih untuk mengonsumsi.
Kalau tak ada air putih, saya tunggu sampai pulang ke rumah untuk minum air putih. Atau juga, saya selalu membawa air minum di mobil sebagai antisipasi apabila kehausan. Â
Sebenarnya banyak hal yang kita bisa lakukan untuk mengontrol gula darah. Selain kontrol makanan, juga kita memberikan waktu untuk beraktivitas fisik. Tujuannya agar makanan yang kita konsumsi bisa diubah sebagai energi tubuh.Â
Sejauh ini, cara saya cukup mengagumkan. Selain berat badan menurun, juga kondisi fisik juga membaik.Â
Rasa malas, cepat ngantuk, kebiasaan tidur berlama, hingga rasa lapar berlebih menghilang. Bahkan saya tak terbiasa untuk tak makan untuk jangka waktu yang lama. Â
Hemat saya, cara yang sementara saya buat di atas  bisa juga dibuat untuk anak-anak. Orangtua bisa melakukannya dengan mengontrol pola hidup anak-anak.Â
Tentu saja, hal itu menjadi efektif apabila dimulai dari gaya hidup orangtua sendiri. Dalam arti, orangtua menjadi teladan. Ketika orangtua menjadi teladan, anak pastinya juga mengikuti hal tersebut.Â
Makanya, orangtua mulai mengatur kebiasaan hidup anak dengan mengatur waktu untuk mengonsumsi makanan dan minuman manis. Tak boleh setiap waktu makanan dan minuman manis dikonsumsi.Â
Lantas, orangtua juga perlu memberikan penjelasan tertentu kenapa tak boleh mengonsumsi makanan berkalori tinggi, makanan manis berlebih, dan juga makanan instan.Â
Untuk anak-anak, kebiasaan mengantisipasi diabetes harus mulai dari gaya hidup di keluarga. Minum air daripada minuman manis mesti menjadi gaya hidup.Â
Masak makanan yang sehat, daripada memesan makanan fast food mesti menjadi program rutin keluarga.Â
Diabetes yang terjadi anak memang memperihatinkan. Hal itu menjadi alarm yang kuat untuk orangtua mengevaluasi dan mengubah gaya hidup harian di keluarga.Â
Salam Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H