Jendela musim transfer pemain selalu menghadirkan drama yang penuh kejutan. Salah satunya kepindahan Casemiro dari Real Madrid ke Manchester United.
Sebenarnya Casemiro tak masuk radar MU. Setelah gagal mendapatkan Frenkie de Jong dari Barcelona, MU coba mendekati Adrien Rabiot dari Juventus. Akan tetapi, negosiasi dengan Rabiot berakhir buntu.
Tiba-tiba, MU yang menderita kekalahan besar (0-4) dari Brentford pada pekan lalu beralih ke Casemiro. Ketertarikan MU berjalan lurus dengan impian dan niat si pemain.
Ternyata, Casemiro yang menjadi pemain pengganti kontra Almeria pekan pertama La Liga Spanyol juga mempunyai keinginan untuk hengkang dari Santiago Bernabeu.
Tak heran, pemain yang membantu Real Madrid mengalahkan Eintrach Frankfurt (2-0) meraih trofi Piala Super Eropa beberapa pekan lalu ini mengiakan pinangan MU.
Salah satu alasan paling mendasar dari gelandang bertahan timnas Brasil itu, yang juga diakui oleh pelatih Madrid, Carlo Ancelotti adalah untuk mencari pengalaman baru.
Alasan Casemiro tersebut selalu mendasari banyak pemain sepak bola untuk pindah dan mengiakan tawaran dari klub lain. Terlepas dari harga yang digelontorkan untuk pemain berusia 30 tahun, bermain di MU dan di Liga Inggris barangkali menjadi salah satu impian dari Casemiro.
Berbicara tentang impian, siapa pun sulit membendungnya. Bahkan seorang Carlo Ancelotti harus merelakan pemain yang telah membantunya meraih trofi La Liga Spanyol dan Liga Champions musim lalu itu harus pergi.
Ancelotti barangkali terkejut. Akan tetapi, pelatih yang sudah makan garam di dunia kepelatihan barangkali sudah terbiasa menghadapi kenyataan seperti yang terjadi pada Casemiro.
Ancelotti sulit meyakinkan Casemiro untuk bertahan. Tampak tak berdaya di hadapan niat dan impian si pemain.
Hanya saja, Ancelotti tak mengerti kenapa Casemiro memilih tim yang berlaga di Piala Eropa dan meninggalkan Madrid yang bermain di Liga Champions.
Tekad Casemiro angkat kaki dari Santiago Bernabeu sudah bulat. 18 trofi, termasuk 5 trofi Liga Champions selama 9 musim berseragama Los Blancos sudah cukup membuat Casemiro pergi sebagai legenda Madrid.
Bahkan dalam ucapan perpisahannya, Casemiro yang sudah membela Madrid lebih dari 300 laga ini menilai Real Madrid sebagai rumah sembari berharap untuk kembali ke Madrid di kemudian hari.
Walau Ancelotti masih mempunyai segudang gelandang berkualitas, peran Casemiro pasti dirindukan. Kecuali kalau pemain yang dipandang sebagai pengganti natural Casemiro, Aurelien Tchouameni langsung tampil gemilang. Jejak Casemiro bisa terhapus dari pola permainan Madrid.
Kalau tidak, kepergian Casemiro akan menjadi lubang yang sekaligus melemahkan taktik Ancelotti pada musim ini.
Di balik ketakberdayaan Ancelotti meyakinkan Casemiro untuk bertahan, di satu sisi Florentino Perez kembali menunjukkan naluri bisnisnya.
Tak tanggung-tanggung, Madrid harus menerima 60 juta euro untuk Casemiro yang sudah berusia 30 tahun ini. Harga yang terbilang besar untuk beberapa pihak.
Legenda MU, Rio Ferdinand, kendati mengakui kualitas Casemiro, dia juga menilai harga yang diberikan untuk Casemiro terlalu besar.
Selain dari sisi usia, faktor perbedaan iklim klub dan kompetisi belum tentu melancarkan proses adaptasi Casemiro di MU dan di Inggris.
Dari sisi situasi MU, Casemiro seolah masuk ke tim yang sementara terluka parah. Dua kali kalah dari dua laga perdana di Liga Inggris. Pada pekan ke-3, MU menjamu Liverpool di Old Trafford. Kekalahan akan mengoleskan luka MU lebih dalam.
Situasi tim seperti ini bisa memengaruhi mentalitas Casemiro untuk beradaptasi. Popularitasnya dengan Madrid pastinya menarik ekspektasi tinggi di Old Trafford.Â
Persoalannya, ketika ekspektasi itu tak berjalan sebagaimana mestinya.
Suporter kecewa dengan klub, termasuk Casemiro, dan Casemiro juga harus siap mental mengalami masa-masa sulit karena gagal mengangkat permainan MU.
Selain itu, Casemiro masuk ke iklim liga yang berbeda. Casemiro memang dikenal sebagai gelandang pekerja keras, pandai melakukan tekel, jeli memotong aluran bola lawan, dan kuat dalam urusan duel satu lawan satu.
Kerja Casemiro ini ditopangi oleh para pemain lain seperti Luca Modric dan Toni Kroos dengan iklim sepak bola yang berbeda. Jadi, Casemiro cenderung bermain kotor dalam meruntuhkan serangan lawan atau konsentrasi pemain depan lawan.
Namun, peran ini akan menghadapi tantangan besar di Liga Inggris. Iklim sepak bola di Inggris sangat berbeda di Spanyol.
Bukan rahasia lagi jika sepak bola Inggris kerap menekankan faktor kecepatan dan tuntutan ketahanan fisik pemain. Duel keras dengan pemain lawan kerap menjadi warna yang menghiasi sepak bola Inggris. Apabila tak kuat, emosi bisa meledak-ledak.
Misalnya, insiden yang menimpa Darwin Nunez yang dibeli oleh Liverpool dari Benfica. Pemain timnas Uruguay ini kehilangan emosi saat diprovokasi pemain lawan.
Bukan tak mungkin, provokasi yang sama akan berlaku untuk Casemiro. Pengalaman di Madrid belum tentu menjadi jaminan untuk membuat si pemain tenang dalam menghadapi tekanan.
Maka dari itu, Casemiro belum tentu menjawabi persoalan yang dihadapi oleh MU secara total.Â
Toh, performa sebuah tim sangat bergantung pada tiap lini, dan tak hanya mengandalkan satu pemain semata. Casemiro boleh saja menutup salah satu lubang, namun lubang yang lain masih terbuka lebar.
Misalnya, lini depan yang masih ompong yang mana hingga laga kedua Liga Inggris, para pemain depan belum mencetak gol.
Terlepas dari performa yang belum jelas dari Casemiro di MU nantinya, yang pasti pembelian Casemiro menjadi keuntungan besar untuk Florentino Perez.
Presiden yang dikenal dengan membangun skuad Galatico di Madrid ini terlihat sudah pindah haluan. Tak begitu royal dalam urusan membeli pemain, tetapi juga perlahan mencari keuntungan dari penjualan pemain.
Penjualan Casemiro bisa menutup setidaknya harga yang dikeluarkan dalam mendatangkan Aurelien Tchouameni dari AS Monaco. Kabarnya, Madrid menggelontorkan 80 juta euro untuk mendatankan pemain asal Perancis itu.
Dengan ini, Madrid tak begitu kehilangan uang gegara membeli pemain yang memiliki prospek besar untuk Madrid berkat keuntungan dari penjualan Casemiro yang berharga sekitar 60 juta euro.
Menjual Casemiro di tengah surplusnya para gelandang menjadi jalan terbaik untuk Madrid. Tak ada lubang yang begitu terbuka lebar karena Madrid mempunyai beberapa gelandang yang bisa dipakai untuk menempati posisi Casemiro.
Kalau memang, Casemiro sangat dibutuhkan tim, tentunya Madrid berupaya sedemikian rupa untuk mempertahankan pemain timnas Brasil itu, termasuk menaikan gajinya. Namun, Madrid memilih jalan untuk membiarkan Casemiro pergi, dan mendapatkan sejumlah uang dari penjualannya.Â
Kabarnya, di MU, Casemiro akan mendapat gaji yang hampir 2 kali lipat daripada yang diterimanya di Madrid.
Naluri bisnis Florentino Perez begitu kuat. Penjualan tak terduga atas Casemiro merupakan rezeki untuk Madrid di jendela transfer musim ini.
Sementara di MU, para suporter berharap agar Casemiro benar-benar sosok yang tepat untuk mengembalikan MU pada jalur yang tepat. Harapan itu sebenarnya belum pasti, karena persoalan MU tak hanya terletak pada satu sisi semata.Â
Salam Bola
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI