Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Sikap Pimpinan Menghadapi Rivalitas di antara Bawahan

15 Agustus 2022   18:08 Diperbarui: 26 Agustus 2022   09:09 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi relasi pimpinan dan bawahan di tempat kerja.| Foto: Urbanspace via Kompas.com

Rivalitas antara pekerja di sebuah tempat kerja kerap kali sulit dihindari. Rivalitas itu bisa terjadi antara pekerja senior dengan junior, antara sesama bawahan, atau juga antara para pemimpin bidang kerja tertentu.

Pelbagai macam sebab di balik sebuah rivalitas. Bisa jadi itu dikarenakan pembagian tugas atau kerja, insentif, dan perhatian dari pimpinan.

Atau juga, itu terjadi karena prestasi dan kelebihan dari salah satu pekerja yang mana lebih menonjol daripada pekerja lainnya. 

Bahkan rivalitas juga kadang-kadang terjadi karena pengetahuan dan kemampuan dari pekerja baru melebihi pekerja yang sudah lama bekerja.

Situasi rivalitas di antara pekerja bisa seperti pedang bermata dua. Pada salah satu sisi, hal itu bisa menjadi motor untuk memompa para pekerja lain meniru atau pun mengikuti langkah pekerja yang dinilai mempunyai kelebihan.

Pada sisi lain, rivalitas itu bisa menimbulkan cekcok dan menggangu stabilitas di tempat kerja. Pekerja junior merasa tak nyaman karena perlakuan senior. Pekerja yang berpengetahuan lebih tak bisa mengembangkan dirinya dengan baik karena dibatasi.

Ujung-ujungnya, keharmonisan di antara pekerja terganggu. Dampak lanjutnya, efisiensi dan produktivitas di dunia kerja tak berjalan sebagaimana mestinya.

Maka dari itu, peran dari pimpinan atau atasan di tengah situasi ini sangat penting. Atasan tak boleh tinggal diam, atau juga berada pada salah satu pihak.

Atasan perlu menempatkan dirinya pada posisi netral dalam melihat dan mengevaluasi setiap persoalan yang melibatkan bawahannya.

Pasalnya, tak semua suara yang bernada mayoritas dari pihak bawahan tentang sesama bawahan merupakan kebenaran yang diterima.

Tugas pimpinan/atasan adalah melakukan klarifikasi pada situasi yang sesungguhnya. Hal itu bisa dibuat dengan memperhatikan, mendalami pribadi seseorang, relasi yang terjadi di antara bawahan, atau juga berbicara secara langsung dengan bawahan.

Tak jarang, ada suara-suara bawahan yang terlahir karena rasa iri hati atau juga ketidaksukaan semata sesama rekan kerja. Perasaan negatif itu membentuk persepsi tertentu dan kemudian menciptakan opini tertentu yang disampaikan kepada atasan.

Saya mempunyai beberapa rekan kerja, boleh dibilang bawahan. Sewaktu saya pertama kali tiba di tempat kerja saya saat ini, beberapa orang bawahan menginformasikan sikap dari salah satu bawahan yang dinilai berkarakter sebagai orang yang tak tepat waktu ketika mengikuti kegiatan bersama.

Laporan itu sedikitnya benar. Namun, setelah dicek lebih jauh, keterlambatannya lebih karena urusan transportasi. Ketika persoalannya terpecahkan, masalahnya pun terselesaikan. Kebiasaannya untuk terlambat tak lagi menjadi masalah di antara rekan kerja.

Andaikata saya tak mengecek sebab dari sikap bawahan itu, barangkali saya menilai bawahan itu secara negatif karena sikapnya yang tak tepat waktu. Namun, ketika persoalannya terpecahkan, saya pun terbebaskan dari pikiran negatif tentang bawahan itu.

Belum lagi, ada bawahan yang berupaya tampak tampil menonjol dari rekan-rekannya. Ketika ada keberhasilan yang tercapai, bawahan itu coba membanding-bandingkan diri dengan rekan kerjanya sendiri.

Persoalannya, ketika perbandingan itu lebih menyudutkan rekan kerjanya. Apabila tak diolah dan dievaluasi, hal itu bisa menciptakan pola pikir pada bawahan tertentu.

Untuk itu, seorang atasan perlu peka, selektif, dan bijak dalam menyikapi laporan dan sikap bawahan.

Pertama: Peka pada Sikap Bawahan

Kadang-kadang, sikap bawahan mengandung hal-hal tertentu. Tak masalah, apabila sikap mereka terarah pada jalan dan pencapaian yang positif.

Masalahnya, ketika kata-kata dan sikap mereka lebih dilatari oleh rivalitas mereka dengan sesama pekerja. Mereka bersikap manis, namun di balik itu mereka sebenarnya mau menyingkirkan pekerja lain.

Makanya, atasan perlu peka pada setiap sikap bawahan. Apabila ada sikap yang mendadak timbul dalam relasi bersama, atasan perlu mencari tahu agar tak terjebak pada situasi dan sikap yang salah.

Misalnya, bawahan yang tiba-tiba menawarkan undangan acara makan atau menghadiahkan barang yang menarik. Sikap ini harus diwaspadai. Jangan sampai ada udang di balik batu.

Tak jarang terjadi ketika seorang atasan terbuai dengan keenakan, bawahan bisa saja menuntun pikiran dan sikap atasan, termasuk pikiran atasan kepada bawahan tertentu.

Kedua: Selektif dalam Menyikapi Laporan Bawahan

Tak semua laporan dari bawahan harus ditelan bulat-bulat. Perlu sikap selektif, yang mana bisa terjadi dengan melakukan klarifikasi pada bawahan yang menjadi objek pelaporan dari bawahan lain.

Klarifikasi itu bertujuan agar laporan yang tersampaikan teruji kebenarannya. Bukan tak mungkin, lewat klarifikasi atasan juga bisa melihat kenyataan yang sebenarnya.

Pada titik ini, atasan perlu keberanian untuk melakukan klarifikasi yang tak melukai bawahan, tetapi bisa memantik bawahan untuk menyampaikan hal yang sebenarnya.

Bahkan kalau boleh, atasan harus melakukan penyelidikan lebih jauh, apabila laporan yang terjadi menyangkut persoalan sensitif dan besar di tempat kerja.

Ketiga: Bijak dalam Memperlakukan Setiap Bawahan

Sikap bijak ini muncul ketika memperlakukan bawahan secara sama dan tak pandang bulu.

Misalnya, apabila memberikan insentif pada bawahan tertentu, hal itu perlu dijelaskan kepada bawahan lain dengan dasar-dasar yang masuk akal seturut ketentuan di tempat kerja.

Dengan ini, pimpinan atau atasan tak memperlakukan bawahan seturut perasaan suka dan pilih kasih. Akan tetapi, perlakuannya lebih karena faktor profesionalitas antara pimpinan dan bawahan di tempat kerja.

Tujuan lebih lanjutnya, agar hal itu tak menimbulkan kecemburuan di antara bawahan.

Di tengah rivalitas antara bawahan, peran atasan sangatlah penting. Peran atasan itu harus nampak dalam menyikapi situasi yang terjadi agar rivalitas itu tak mengganggu stabilitas di tempat kerja.

Salam 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun