Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kembalinya Dominasi Barcelona dan Real Madrid di Liga Spanyol

12 Agustus 2022   07:19 Diperbarui: 12 Agustus 2022   07:21 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Barcelona dan Real Madrid akan bersaing ketat menjadi juara La Liga Spanyol musim kompetesi 2022/23. Foto: AFP/Frederic J. Brown via Kompas.com

Hingga saat ini, rivalitas Real Madrid dan Barcelona, El Clasico, menjadi magnet tersendiri bagi pecinta sepak bola untuk kompetesi La Liga Spanyol. Rasanya hambar apabila kedua tim ini dipisahkan dari La Liga Spanyol.

Pekan ini, kompetesi La Liga Spanyol kembali bergulir. Real Madrid dan Barcelon dipandang sebagai favorit kuat untuk menjadi juara musim 2022/23.

Sementara tim-tim lain, seperti Atletico Madrid dan Sevilla barangkali menjadi tim-tim pengganggu, tetapi tak mampu meruntuhkan secara total dominasi kedua tim.  

Musim lalu, Sevilla dan Atletico sempat mengganggu. Akan tetapi, kedua tim ini cenderung "kehabisan energi" selepas pertengahan musim. Hal itu bisa dipengaruhi oleh kedalaman skuad yang tak mumpuni untuk menghadapi kompetesi selama semusim. 

Rivalitas Barca dan Madrid ini dibarengi oleh kekuatan tim dan kedalaman skuad. Berbekal kekuatan finansial yang berada di atas rata-rata dari tim-tim La Liga lainnya, Real Madrid dan Barcelona kerap kali menjadi yang terdepan dalam membeli pemain yang berkualitas.

Tak ayal, kompetesi ini pun menjadi dominasi dua tim semata. Tim-tim lain hanya seperti kuda hitam yang mengganggu, tetapi tak kuat menggoncangkan dua tim ini.

Terbukti pada 10 musim terakhir. Hanya dua kali Atletico Madrid berhasil meruntuhkan dominasi dua tim ini, yakni musim 2013-14 dan musim 2020-21. Selebihnya, Barcelona (5 kali juara) dan Real Madrid (3 kali juara) saling berbagi tempat.

Ya, situasi La Liga sempat berubah ketika Atletico Madrid, terlebih di bawah era kepelatihan Diego Simeone, tampil garang di La Liga Spanyol. 

Dalam karirnya sebagai pelatih, Simeone dua kali mengantarkan Atletico Madrid pada tangga juara La Liga Spanyol dan dua kali mengantarkan Atletico ke partai final Liga Champions.

Kelebihan Atletico tak selalu bersandar pada kekuatan tim, tetapi semangat yang disuntikan oleh Simeone. Pelatih asal Argentina bertipekan petarung, energetik, dan kadang tak segan memainkan "sepak bola negatif" dalam menghadapi tim-tim seperti Madrid dan Barca.

Keberhasilan Atletico bukannya tanpa pengorbanan. Atletico juga berani belanja besar-besaran seperti membeli Joao Felix di tahun 2019 dengan harga 120 juta Euro dari Benfica.

Keberhasilan Atletico ini memberikan warna tersendiri untuk La Liga Spanyol. Dominasi Barca dan Madrid bukanlah hal yang mustahil untuk diruntuhkan. 

Nama Atletico pun terangkat. Wajah La Liga ikut mendapat pandangan positif. Tak sedikit yang mulai menyebut jika La Liga Spanyol adalah kompetesi tiga klub dan bukan lagi dominasi duo Madrid-Barca. 

Sebenarnya, keberhasilan Atletico juga didukung oleh kondisi Madrid dan Barca. 

Misalnya, dua musim lalu ketika Atletico juara La Liga Spanyol,  dan Madrid yang masih dilatih oleh Zinadene Zidane mengalami situasi sulit dengan skuadnya.

Minimnya pemain baru yang masuk membuat Zinadene Zidane terlihat kehilangan ide untuk mengembangkan permainan tim. Akhir musim, Madrid tanpa gelar. 

Efek lanjutnya, Zidane memilih pergi meninggalkan Madrid karena tak sepaham dengan presiden klub, Florentino Perez dalam hal transfer pemain.

Menariknya, Carlo Ancelotti diwarisi skuad yang persis sama ditinggalkan oleh Zidane. Kendati demikian, Ancelotti malah antusias untuk bekerja sama dengan pemain veteran.

Ternyata bukan faktor usia pemain yang menentukan kesuksesan, taktik dan strategi tim menjadi hal yang sangat penting. Terbukti, Ancelotti berhasil membawa Madrid sebagai juara Liga Champions dan La Liga Spanyol.

Musim ini, Madrid masih memiliki wajah yang persis sama dengan musim lalu. Hanya menguatkan dan menyulam posisi tertentu. Antonio Rudiger dari Chelsea menguatkan lini belakang dan Aureien Tchouamen menambah lini tengah.

Ketika Madrid berhasil meraih juara di dua kompetesi berbeda pada musim lalu, rival abadinya Barca harus gigit jari. Barca tak mendapatkan satu pun gelar juara. 

Bahkan ketika Barca terlempar dari Liga Champions dan bermain di Piala Eropa, secara mengejutkan Barca disingkirkan oleh tim berposisi ke-9 Bundesliga Jerman, Eintracht Frankfurt.

Situasi Barca menyulitkan performa tim. Joan Laporta yang sudah menjadi presiden selama satu musim terakhir menilai mismanagemen Barca di era Josep Bartomeu menjadi salah satu sebab dari kondisi tim.

Kesalahan itu makin nampak ketika menumpuknya utang klub, dan dibarengi dengan komposisi skuad Barca yang tak menjawabi tuntutan kompetesi.

Guna mengatasi situasi itu, Laporta seolah melakukan perjudian besar-besaran di jendela transfer musim panas ini. Memainkan strategi "economic lever", di mana Barca menjual beberapa persentasi aset klub demi mendatangkan suntikan dana segar. Dana itu dipakai untuk membeli pemain dan kebutuhan klub.

Total 6 pemain baru yang didatangkan ke Barca, dan umumnya para pemain itu terbilang produk jadi untuk tim.

Persoalan Barca saat ini adalah pada bagaimana mendaftarkan para pemain sebagai bagian dari skuad untuk kompetsi La Liga. Gaji para pemain Barca belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh badan sepak bola La Liga Spanyol.

Akibatnya, nasib dua pemain yang didatangkan dengan status bebas transfer, Andres Christensen dari Chelsea dan Franki Kessie dari AC Milan masih menggantung.

Situasi ini akan berubah apabila Barca berhasil mengurangi gaji beberapa pemain, termasuk berani merampingkan komposisi skuad di bursa transfer.

Nama Frengkie De Jong diisukan akan hengkang dari Barca, dan dana penjualannya bisa mengimbangi keuangan yang dimiliki klub. Juga, isu mencuat nama Memphis Depay dan Aubameyang bisa saja dilepas ke klub lain.

Guna mengamankan kondisi tim, Barca tak hanya berani membeli pemain, tetapi juga berani melepaskan beberapa pemain agar kondisi keuangan tim tak tergoncang.

Kendati demikian, baik Real Madrid dan Barca terlihat mengembalikan dominasi mereka di La Liga Spanyol. Atletico Madrid yang sempat mengganggu dominasi itu dua kali selama 10 tahun terakhir terlihat sangat sulit untuk meruntuhkan dominasi kedua tim pada musim 2022/23 ini.

Jadinya, citra La Liga Spanyol sebagai kompetesi pacuan dua klub, Barca dan Madrid, bersemi kembali pada musim mendatang.
Salam Bola

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun