Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kelebihan Carlo Ancelotti dan Pelajarannya untuk Para Pelatih

30 Mei 2022   08:12 Diperbarui: 1 Juni 2022   02:11 4510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Carlo Ancelotti menjadi pelatih tersukses di ajang Liga Champions. Foto: AFP/Paul Ellis via Kompas.com

Pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti menorehkan tinta emas dalam kariernya sebagai seorang pelatih klub di daratan Eropa. Berkat kemenangan Madrid 1-0 atas Liverpool di final Liga Champions (29/5/22), Ancelotti pun menjadi satu-satunya pelatih yang telah mengoleksi 4 trofi Liga Champions. 2 dengan AC Milan dan 2 dengan Madrid. 

Pencapaian itu menegaskan status Ancelotti sebagai pelatih yang patut disegani di daratan Eropa. Di tengah gempuran banyak pelatih muda, Ancelotti seolah tak mau turun tangga untuk bersaing. 

Ancelotti mau menyatakan bahwa masanya belum berakhir. Dia siap bersaing dengan generasi pelatih seperti Pep Guardiola, Jurgen Klopp, Antonio Conte, Thomas Tuchel, dan beberapa pelatih lainnya. 

Ancelotti masih membawa "gaya klasik." Cenderung bermain pragmatis demi mendapatkan hasil akhir yang baik. 

Ya, umumnya pelatih generasi saat ini membangun tim untuk bermain cepat, menyerang, dan agresif. Gaya gegenpressing atau gaya Tika-taka seolah menjadi referensi untuk menilai kualitas dari permainan sebuah tim. 

Walau demikian, Ancelotti cenderung pada pola yang tetap sama saat dia membangun karier kepelatihannya sejak tahun 1995. 

Latar belakangnya sebagai mantan pesepak bola dan pelatih yang sukses di Italia yang lekat dengan sistem permainan grendel ikut memengaruhi Ancelotti sampai saat sekarang. 

Para pemain diinstruksikan untuk bermain bertahan sembari mencari celah untuk melakukan serangan balik. Sistem ini terlihat jelas ketika Madrid berhadapan dengan Liverpool di Stade de France. 

Menariknya, Madrid hanya mencatatkan dua tembakan tepat ke gawang. Selain gol tunggal yang dicetak Vinicius Jr, juga gol Benzema yang dianulir wasit.

Pencapaian Madrid pada musim ini menunjukkan kualitas kepelatihan Ancelotti. Kendati taktik dan gaya bermain Madrid tak begitu atraktif seperti gaya permainan Man City atau pun seagresif seperti permainan Liverpool, namun gaya ala Ancelotti menunjukkan hasil yang tak boleh dipandang sebelah mata.

Tak berlebihan jika menilai bahwa hasil yang dicapai Madrid pada musim ini menunjukkan kelebihan Ancelotti sebagai salah satu pelatih gaek di kursi pelatih saat ini. Tercatat hanya Ancelotti yang merupakan pelatih veteran yang masih bersaing kuat di arena Liga Champions pada musim ini. 

Kelebihan Ancelotti adalah dalam memberikan motivasi kepada para pemain. Di awal karier kepelatihannya, Ancelotti tak begitu peduli pada status kebintangan dari seorang pemain. 

Mantan pelatih AC Milan ini tak terlalu tertarik dalam melirik para pemain bintang untuk masuk ke skuad Madrid. Barangkali ini menjadi salah satu dasar pertimbangan presiden Madrid, Florentino Perez dalam memilih Ancelotti sebagai pelatih. 

Beberapa musim terakhir, Perez tak begitu tertarik membeli pemain dengan harga mahal. Madrid cenderung membeli pemain muda dengan harga yang memadai. Alhasil, kondisi keuangan Madrid tetap sehat dan performa tim juga stabil.

Ancelotti patut diapresiasi. Pelatih yang didatangkan dari Everton di awal musim ini cenderung untuk memanfaatkan komposisi skuad yang ditinggalkan oleh pelatih Madrid yang tardahulu, Zinadene Zidane. Dia hanya menambahkan pemain muda Camavinga dan David Alaba yang datang dengan berstatuskan pemain bebas transfer. 

Lebih jauh, Ancelotti tetap mengandalkan para pemain veteran seperti Toni Kroos, Luka Modric, dan Karim Benzema dari skuad utamanya. 

Lalu, Ancelotti berhasil mengangkat performa para pemain muda seperti Camavinga, Rodrygo, dan Vinicius Jr. Tak hanya itu, Ancelotti juga berupaya mengembalikan kualitas pemain bintang seperti Eden Hazard dan Gareth Bale, walaupun masih jauh dari ekspektasi umum. 

Ancelotti termasuk pelatih yang tak suka mengkritisi dan mempermasalahkan pemainnya ketika menghadapi kekalahan. Sebaliknya, dia termasuk pelatih yang selalu support dengan para pemain. 

Tak ayal, sebelum final kontra Liverpool, Ancelotti mengungkapkan niatnya untuk menurunkan Eden Hazard dan Gareth Bale. Kendati niatnya itu menyata di partai final, tetapi paling tidak Ancelotti berupaya untuk mendongkrak mentalitas dari kedua pemain bintangnya. 

Selain itu, Ancelotti termasuk pelatih yang kalem dan jeli dalam mengatur taktik permainan. Misalnya dalam menghadapi Liverpool.

Ancelotti sadar bahwa permainan agresif Liverpool bisa merepotkan pasukannya. Kendati demikian, Ancelotti menginstruksikan para pemainnya untuk bermain tenang, lebih bertahan, dan tak memberikan ruangan lebar antara barisan belakang dengan kiper.

Keuntungan Ancelotti karena memiliki Thibaut Curtois di bawah mistar gawang. Performa gemilang dari kiper timnas Belgia ini dalam menahan gempuran tendangan para pemain Liverpool membuat taktik Ancelotti berjalan sesuai dengan rencana.

Kendati ada suara-suara yang mengkritisi taktik Ancelotti, namun yang jelas taktinya merupakan bagian dari skema dan rencana permainan tim. Toh, kemenangan dari sebuah laga selalu ditentukan oleh kemampuan pelatih dalam membangun taktik dan strategi, walaupun strateginya cenderung bertahan dan bertolak belakang dari pandangan publik. 

Gaya kepelatihan Ancelotti menjadi pelajaran bagi para pelatih lainnya. Memberikan motivasi positif untuk para pemain lebih berarti daripada menyoroti kelemahan dan kekurangan dari mereka. 

Tak hanya itu, pelatih juga perlu berani mengambil risiko apabila mau meraih kemenangan. Taktik bertahan Ancelotti memang tak begitu popular untuk konteks sepak bola modern saat ini. Kritik dan sindiran kerap dilontarkan pada gaya permainan seperti itu.  

Banyak yang menilai bahwa permainan menjadi atraktif ketika tim saling membalas serangan. Sebaliknya, permainan menjadi membosankan ketika hanya salah satu tim yang ngotot menyerang, dan tim satunya hanya bermain bertahan. 

Namun, untuk format Liga Champions, taktik perlu disesuaikan dengan tim yang dihadapi. Bahkan tim harus berani melawan opini umum, dan bermain dengan gaya tertentu untuk meraih kemenangan. 

Pada akhirnya, bukan gaya bermain yang disoroti, tetapi pencapaian di panggung juara. Tim yang meraih trofi yang diapresiasi, daripada semata-mata gaya permainanya. 

Salam Bola 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun