Di tahun 2013, Thiago Alcantara membuat keputusan berani dalam karirnya sebagai seorang pesepak bola. Thiago berani memilih untuk meninggalkan Barcelona dan mengiakan pinangan Bayern Munchen.Â
Keputusan Thiago ini dilatari oleh situasinya di Camp Nou. Thiago cenderung menjadi pemain pelapis di antara trio gelandang Sergio Busquets, Xavi Hernandes, dan Andre Iniesta.Â
Saat itu, Thiago tampak lagi berada pada waktu yang tak tepat. Thiago diorbitkan ketika trio gelandang legendaris Barca itu masih berada dalam kondisi prima. Sangat sulit menggeser ketiganya dari skema permainan Barca.Â
Situasi ini dimanfaatkan raksasa Bundesliga Jerman, Bayern Munchen. Bayern Munchen banting harga, dan Barca mengiakan tawaran Muenchen. Kendati Barca agak ragu, namun situasi agak rumit untuk Thiago. Â
Tak tanggung-tanggung, 7 musim Thiago berseragam Muenchen. Kendati cedera kadang menghantui pemain timnas Spanyol ini, namun Thiago menjadi salah satu pemain penting dari sistem permainan Muenchen.Â
Visinya sebagai gelandang pengatur permainan membuat permainan gegenpressing ala Munchen kian menggigit. Kecakapannya mengatur tempo permainan membuat lawan harus siap sedia.Â
Tak ayal, pelatih Jurgen Klopp kepincut dengan Thiago. Apalagi Klopp berhadapan dengan situasi sulit saat Wijnaldum menolak perpanjangan kontrak dari Liverpool.Â
Target Klopp hanya Thiago. Thiago dipandang sebagai pemain yang tak hanya mampu mengisi lubang yang ditinggalkan Wijnaldum, tetapi juga menguatkan skema permainan Klopp.Â
Pikiran Klopp dalam merekrut Thiago sangat tepat. Hal itu semakin dipertegas lewat performa Thiago di beberapa laga terakhir.Â
Thiago sungguh-sungguh menjadi dirigen dari permainan Liverpool. Performa gemilangnya ini seolah tiba pada waktu yang tepat, di mana Liverpool sementara berupaya meraih 4 gelar pada musim ini.Â
Dalam laga kontra Villareal di semifinal leg I Liga Champions 2021/22 (28/4/22) dini hari tadi, Thiago menjadi pemain yang terbilang aktif di antara 22 pemain yang berada di lapangan hijau. Thiago menjelajahi area Anfield selaiknya mau mengatakan bahwa dialah dirigen dari leg pertama.Â
Performa Thiago kontra Villareal pun diganjar dengan status man of the match. Liverpool menang 2-0. Kemenangan ini patut digarisbawahi karena Liverpool mampu menembus barisan belakang Villareal yang cenderung bermain bertahan.Â
Rupanya, Villareal mau mengulangi skenario saat Villareal menyingkirkan Bayern Munchen. Namun, Villareal mungkin tak menyadari bahwa Liverpool terbilang tim yang komplit dan dalam kondisi on fire saat ini.Â
Thiago menjadi salah satu aktor penting di Anfield dalam meruntuhkan benteng Villareal. Umpang-umpang panjang nan terukur yang dipadukan dengan pergerakan tanpa lelah di setiap lini membuat permainan Liverpool makin terorganisir.Â
Villareal yang hanya kemasukan dua gol sejak bersua dengan Juventus dan Muenchen pada kualifikasi sebelumnya mesti tersadar. Intensitas yang ditunjukkan oleh Liverpool berbeda dengan apa yang ditampilkan oleh Juve dan Muenchen.Â
Ketika Juve dan Munchen kehilangan akal menembus benteng Villareal, Liverpool memiliki para pemain yang bermain tak kenal lelah. Tiap lini berupaya untuk membongkar benteng Villareal.Â
Dua gol Liverpool merupakan buah intensitas permainan anak-anak asuh Jurgen Klopp. 19 tembakan ke arah gawang dan 10 tendakan penalti menunjukkan bahwa Liverpool terorganisir dalam membongkar pertahanan Villareal.Â
Alih-alih memilih untuk bermain bertahan, Villareal terkurung oleh permainan Liverpool. Barangkali Villareal tak sadar bahwa Liverpool tak bermain Tika-taka, tetapi permainan gegenpressing, yang mana setiap pemain akan berupaya melakukan penetrasi dari pelbagai arah lapangan.Â
Berbekal para pemain kreatif dan cepat seperti L. Diaz, S. Mane, Moh Salah dan terkhusus Thiago, pola serangan Liverpool tak menjadi monoton di antara benteng kuat Villareal.Â
Di leg kedua, hanya satu pilihan Villareal. Meladeni permainan Liverpool dengan bermain menyerang. Konsekuensinya, Villareal harus siap sedia mendapat serangan balik dari Liverpool.Â
Dampak dari kekalahan di leg pertama bisa mengubah permainan Villareal di leg ke-2. Unai Emery yang dipandang sebagai pelatih jago turnamen Eropa pastinya mulai berpikir untuk meladeni intensitas Liverpool.Â
Sistem bertahan sudah tak cocok untuk Villareal di leg kedua. Pilihan bermain menyerang, kendati beresiko, menjadi pilihan terakhir apabila Unai Emery menginginkan tiket ke final Liga Champions.Â
Di Anfiel, kapal selam kuning, Villareal tenggelam oleh kuatnya dan derasnya gelombang permainan Liverpool. Liverpool membuktikan bahwa bermain cepat dengan penuh intens menjadi kunci untuk merobohkan benteng kuat Villareal.Â
Tak berlebihan jika legenda Manchester United, Rio Ferdinand menyatakan bahwa Liverpool dinilai sebagai tim terbaik di Liga Inggris yang pernah dilihatnya (Goal.com 28/4/22).
Liverpool tak hanya gemilang saat berhadapan dengan tim yang tampil terbuka. Bahkan tim yang cenderung bermain rapat dan kaku terlihat tak menjadi kendala yang serius.Â
Ya, Liverpool sementara berada di jalur yang tepat untuk masuk final Liga Champions. Ini bisa menjadi raihan ke-3 kalinya dalam lima musim terakhir, di mana Liverpool masuk final.Â
Ketika Liverpool sudah menenggalamkan Villareal di leg pertama, dampaknya leg kedua bisa menjadi pekerjaan yang agak gampang untuk Klopp.Â
Tanpa mengesampingkan Villareal, tugas Klopp untuk mengamankan tempat di final bisa agak mudah apabila Villareal bermain terbuka di leg kedua.Â
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H