Xavi Hernandez cukup meyakinkan. Kemenangan 4-0 atas musuh abadi, Real Madrid di La Liga Spanyol pekan lalu (21/3/22) seolah mengamini kualitas dan pengaruh yang dibawah Xavi ke Barca.
Performa Barcelona di bawah kendali pelatih muda,Sontak saja, banyak pihak yang berkomentar, Barca is back! Dalam arti, Barca yang dikenal kesuksesannya lewat permainan Tika-taka, terlebih di era Pep Guardiola, sudah kembali dalam versi baru di tangan Xavi.Â
Xavi yang boleh dikatakan sebagai "murid dari Pep Guardiola" ini berhasil memberikan sentuhan meyakinkan untuk Barca. Tak hanya bermain indah, tetapi juga produktivitas mencetak gol meningkat.
Sentuhan ini menguatkan keyakinan pada level manajemen klub. Joan Laporta yang dipilih kedua kalinya menjadi presiden Barcelona tak bisa menyembunyikan kepercayaan dirinya atas proyek yang sementara di bangun oleh Xavi Hernandez.
Padahal, Laporta sempat disorot di awal musim ini. Selain gagal mengamankan tanda tangan sang mega bintang Lionel Messi, alur kerja Laporta terlihat berbeda dengan apa yang dijanjikannya dalam masa kampanyenya sebagai seorang presiden.
Sorotan ini menguat bersamaan dengan anjloknya performa Barca di liga domestik dan Eropa. Barca menjadi penghuni papan tengah klasemen sementara Liga Inggris. Akibat lanjutnya, Ronald Koeman dipecat dari kursi pelatih.
Pelbagai nama beredar di bursa pengganti. Xavi Hernandez menjadi salah satu nama yang diisukan.
Persoalannya, Xavi bukanlah pilihan utama Laporta. Menjadi agak rumit, nama Xavi digunakan oleh pesaing Laporta di masa kampanye presiden Barcelona. Di awal musim ini, Xavi menolak melatih Barca karena tak begitu tertarik dengan situasi manajemen klub.Â
Adalah Victor Font yang dekat dengan Xavi dan berjanji apabila terpilih sebagai presiden Barca, dia akan memanggil Xavi sebagai pelatih Barca.
Di tengah kerumitan mencari pelatihini, Laporta berhadapan suara suporter. Mayoritas suporter berharap agar Xavi yang merupakan mantan gelandang Barca dan kapten tim menjadi pelatih menggantikan Koeman.Â
Suara suporter terlahir berkat performa Xavi di Qatar, di mana dia mempengaruhi gaya Tika-taka di klub Al-Sadd. Suporter Barca rupanya kepincut dengan kerja Xavi di Qatar. Akhirnya, Laporta tunduk pada suara mayoritas dan kemudian mengontrak Xavi dari Al-Sadd, Qatar.
Tak hanya itu, Laporta juta terlihat tunduk pada aturan main ala Xavi sebagai pelatih Barca. Inilah yang menjadi kunci dari kebangkitan Barca. Dalam mana, Laporta mau bekerja sama dengan Xavi, kendati sebelumnya mempunyai perbedaan pandangan.
Kerja sama Laporta terlihat ketika dia begitu kooperatif untuk mendatangkan para pemain yang diinginkan tim. Tak hanya itu, Laporta juga berupaya untuk mendatangkan beberapa nama yang menjadi target Xavi untuk masuk skuad Barca pada musim depan.
Kendati demikian, Laporta tetap berpaku pada satu prinsip, yakni tak ada pemain yang lebih besar daripada klub. Prinsip ini memperjelas gaya Barca dalam mengontrak pemain, dalam mana para pemain rela mengikuti tuntutan klub, seperti urusan nilai transfer dan gaji yang diperoleh.
Tak ayal, prinsipi digarisbawahi oleh Laporta ketika diwawancarai tentang peluang mendapatkan Erling Haaland dari Borossia Dortmund. Harga yang cukup besar dan tuntutan gaji yang tak sedikit membuat Barca agak kesulitan. Apalagi Barca belum sehat betul dari sisi finansial.
Maka dari itu, peluang Haaland ke Barca makin sempit apabila ditilik dari tuntutan keuangan dari pihak pemain. Begitu pula, peluang Lionel Messi kembali Barca menjadi sulit apabila menimbang tuntutan yang dipatokan pada pemain.
Prinsip Laporta ini menjadi kuat karena ditopangi oleh kehebatan Xavi dalam meramu tim. Tim tak lagi berpaku pada satu pemain, tetapi berpegang pada kesatuan tim secara umum.
Pengaruh satu orang tak lagi kentara. Setiap pemain bisa memberikan kontribusi untuk permainan tim. Â Tak heran, Laporta pantas percaya diri ketika menyatakan bahwa pemain tak lebih besar dari keberadaan sebuah klub.
Laporta percaya diri dalam membeli dan mengontrak para pemain. Dalam arti, manajemen klub tak lagi perlu tunduk pada tuntutan pemain. Sebaliknya, pemainlah yang seharusnya tunduk pada situasi klub.
Kepercayaan diri menjadi kuat karena Xavi berhasil membangun tim yang tak berlandaskan pada satu orang pemain semata. Jadi, proyek Xavi bermanfaat untuk karir Laporta di kursi presiden. Padahal, Laporta sebelumnya tak terlalu yakin untuk memboyong Xavi ke Barca.
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H