Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rabu Abu, Berdoa dan Berpuasa untuk Perdamaian di Ukraina

2 Maret 2022   07:26 Diperbarui: 2 Maret 2022   07:29 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abu itu sendiri merupakan hasil bakaran daun palem, yang digunakan pada perayaan Minggu Palma pada tahun lalu. Jadi, bukan sekadar daun, tetapi daum palem atau lebih disebut sebagai daum palma yang sudah diberkati di tahun sebelumnya.

Makna pengolesan abu pada dahi sangat mendalam. Salah satunya hal itu mengingatkan umat Katolik akan keberdosaan diri dan hendaknya bertobat dan memperbaharui diri kita pada pada jalan yang benar.

Pengolesan abu itu juga bisa mengingatkan umat Katolik pada kerapuhannya sebagai manusia. Di tengah kerapuhan kita itu, sekiranya seseorang bersandar kepada Tuhan dan memohon belas kasih Tuhan.

Selain itu, hari Rabu Abu menjadi awal dari petualangan iman untuk berpuasa dan berpantang selama 40 hari. Berpuasa dan berpantang ini menjadi cara untuk mempersiapkan diri menghadapi masa paskah. Juga, ini menjadi cara untuk memperbaharui diri lewat pertobatan.

Berpuasa dan berpantang pada masa prapaskah juga bukan semata-mata untuk kepentingan kesuciaan pribadi, tetapi itu bisa menjadi momen untuk menyampaikan intensi doa demi kepentingan sesama. Termasuk, intensi doa demi kepentingan perdamaian di Ukraina.

Pada titik inilah, Paus Fransiskus menyeruhkan agar berpuasa dan berdoa di hari Rabu Abu sebagai kesempatan untuk berdoa dan berpuasa demi kepentingan perdamaian di Rusia dan Ukraina.

Bagi kita yang beriman kepada sang Khalik, sikap doa menjadi tuntutan mutlak bagi kita untuk memohon yang terbaik atas yang terjadi antara Ukraina dan Rusia.

Mengutuk, mencaci maki, mencelah salah satu pihak, atau bahkan mengangkat senjata untuk terlibat dalam pertumparan darah itu bukanlah solusi. Malahan, itu bisa memperpanjang konflik yang terjadi.

Sebagai orang beriman juga, kita perlu berharap perdamaian di balik situasi yang terjadi. Ketika Rusia dan Ukraina berdamai, bumi sebagai rumah kita bersama juga aman.

Kita yang mungkin tak berdampak secara langsung atas apa yang terjadi sekiranya memanfaatkan setiap kesempatan untuk menyebarkan damai. Siapa pun pasti menghendaki agar konflik itu segera berakhir.

Untuk saat ini, kita sekiranya berlaku sebagai seorang beriman yang menghendaki agar damai terjadi untuk kita dan untuk mereka di Ukraina dan Rusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun