Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bagaimana Sikap Kita Ketika Teman Kita Tak Mau Divaksin?

11 Februari 2022   21:05 Diperbarui: 18 Februari 2022   10:30 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penerimaan vaksin. Foto: Kompas.com/Garry Lotulung

Varian omicron menjadi tantangan banyak negara saat ini. Tingkat penyebaran juga cepat. Tak heran, jumlah pasien juga meningkat cukup cepat. 

Vaksin Covid-19 menjadi solusi di tengah pandemi yang sedang terjadi. Tiap orang dari segala usia diminta, didorong, dan bahkan diwajibkan untuk mendapatkan suntikan vaksin Covid-19.

Akan tetapi, tak sedikit juga yang memilih untuk tak divaksin. Pelbagai alasan bisa melatari keputusan dari mereka yang tak mau divaksin ini.

Saya kenal dua orang yang tak mau divaksin. Pertama, seorang ibu yang sudah mendekati usia 70-an tahun.

Dia memiliki sakit jantung. Alasan sakitnya ini membuat dia memilih tak mau divaksin. Kendati sudah dijelaskan dan didorong, tetap saja dia tak mau divaksin karena menurutnya vaksin itu bisa saja menyebabkan efek samping dan mempengaruhi sakitnya.

Lalu, seorang rekan kerja. Rekan kerja ini belum memasuki usia 60 tahun. Kami begitu terkejut ketika dia menolak untuk divaksin. Bahkan dia rela kehilangan pekerjaannya daripada mendapatkan vaksin Covid-19.

Beberapa pekan lalu dia harus dirumahkan. Pasalnya, pemerintah di mana dia bekerja tak mengijinkan pelayanan dari pekerja yang tak mau divaksin. Dia lebih memilih untuk pindah tempat kerja daripada mengikuti aturan pemerintah.

Secara pribadi, pilihan pribadi sangat sulit dipahami. Pilihan pribadi sangat lekat dengan kebebasan, walaupun kebebasan pribadi juga dipertimbangkan dengan kepentingan umum.

Termasuk soal divaksin ataukah tidak. Ini adalah kebebasan pribadi untuk memilih. Namun, kebebasan pribadi ini perlu dipertimbangkan dengan situasi sosial, di mana kita tinggal.

Idealnya, kita divaksin bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga demi kepentingan bersama.

Saya masih ingat ketika vaksin tiba pertama kali. Begitu banyak orang yang ragu dan menolak untuk divaksin. Namun, sikap sangsi ini perlahan memudar ketika melihat pengalaman yang sudah terjadi sekaligus mendengar pelbagai penjelasan medis secara benar.

Kadang kala, keputusan untuk menolak divaksin berhubungan dengan misinformasi. Terlalu banyak membaca berita yang sumbernya salah dan tanpa penjelasan medis yang kuat. Belum lagi, bahasa ketakutan-ketakutan yang menyebar, baik secara langsung, maupun lewat media sosial.

Sebagai yang sudah mendapat booster, hemat saya, divaksin merupakan salah satu bentuk sikap solider dalam kehidupan bersama. Sekali lagi, kita bukan saja melindungi diri sendiri lewat divaksin, tetapi juga kita berupaya melindungi orang lain di sekitar kita dengan keberadaan kita.

Kendati demikian, pada titik ini kita pun perlu menghormati keputusan dari mereka yang memilih untuk tak divaksin. Toh, divaksin masih menjadi pilihan bebas yang seharusnya tak boleh dipaksakan, apalagi ditekan dengan beban-beban mental dan psikologis tertentu.

Lantas, bagaimana sikap kita ketika kita memiliki teman, anggota keluarga, atau pun rekan kerja yang menolak untuk divaksin?

Pertama, selalu menghargai keputusan mereka. 

Menghargai merupakan sikap pertama yang perlu kita bangun. Sikap itu nampak ketika kita tetap berteman baik dengan mereka yang menolak untuk divaksin.

Kemarahan perlu dihindari, pransangka perlu dikubur dalam-dalam, dan pikiran negatif tak boleh mempengaruhi relasi kita dengan mereka. Berelasi sewajarnya tanpa mereka merasa tak dipedulikan gegara divaksin.

Bagaimana pun, keputusan vaksin dan tak divaksin melekat dengan keputusan pribadi. Sebagaimana dia menghargai keputusan kita untuk divaksin, sama halnya juga sikap kita dalam menghargai keputusannya.  

Kedua, Menghindari Sikap diskriminasi.

Sikap diskiriminasi bisa muncul dengan memisahkan atau pun memojokkan yang menolak untuk divaksin pada satu tempat atau ruang tertentu. Ketika dia berada bersama kita, kita cenderung memisahkan diri dan memojokan yang bersangkutan dengan tidak mau bergaul.

Sikap ini tentu saja bisa menimbulkan gap dalam relasi. Yang tak divaksin bisa merasa terasing. Sakit hati bisa hadir. Jadinya, tak bebas bergaul dan mulai melihat kita secara negatif.

Sambil menjaga protokol kesehatan, lebih baik kita tetap berelasi sebagaimana adanya. Tetap berkomunikasi secara normal, sembari menghindari bahasa yang cenderung sensitif dan melukai yang menolak untuk divaksin.

Ketiga, Tak Boleh Lelah memberikan Penjesalan tentang Pentingnya divaksin.  

Tugas kita yang sudah divaksin adalah tetap memberikan penjelasan yang positif, terlebih khusus kepada mereka yang menolak untuk divaksin. Memang, tak menutup kemungkinan ada dari antara kita yang mendapat reaksi tertentu ketika setelah menerima divaksin, seperti demam.

Daripada kita membicarakan reaksi tersebut, lebih baik kita berbicara tentang hal-hal positif yang kita bisa peroleh dari kesempatan divaksin. Kita tak boleh memberikan penjelasan yang lebih memojokan. Tanggung jawab kita adalah memberikan dorongan agar teman atau pun anggota keluarga yang tak mau divaksin kelak memutuskan untuk divaksin.  

Sejauh ini, belum ada hukum legal yang mengikat kuat bagi mereka yang tak divaksin. Ada pemerintah yang berupaya membangun sistem dengan penerapan, tanpa kartu vaksin, tak boleh naik angkutan umum.

Namun, aturan ini malah menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, hal itu menimbulkan ketakadilan bagi mereka yang tak divaksin.

Untuk saat ini, mewajibkan setiap orang dengan ikatan hukum legal tertentu masih sangat sulit untuk diterapkan. Alasannya, tiap orang mempunyai pendapat yang berbeda dan ada kebebasan individu yang juga perlu dipertimbangkan dengan seksama.  

Tugas kita adalah tetap menghargai keputusan setiap individu, agar tak terjadi konflik gara-gara komentar, sikap, dan keputusan yang kita buat.

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun