Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Edouard Mendy Pernah Tak Dapat Gaji dan Sadio Mane yang Tak Bersekolah

8 Februari 2022   17:51 Diperbarui: 8 Februari 2022   17:53 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edouard Mendy yang mengangkat bendera Senegal merayakan kemenangan di Piala Afrika. Foto: AFP/Charly Triballeau via Kompas.com

Keberhasilan timnas Senegal menjuarai Piala Afrika 2021 menyisakan pelbagai kenangan manis. Pelatih, para pemain, dan rakyat Senegal bersatu padu merayakan keberhasilan pertama untuk Senegal menjadi juara Piala Afrika. 

Tak tanggung-tanggung, Senegal mengalahkan Mesir, yang nota bene pemegang gelar terbanyak. 7 gelar Piala Afrika. Dari sisi pengalaman dan mentalitas, Mesir yang diperkuat oleh Mohamed Salah ini menjadi kekuatan yang sulit dikalahkan. 

Terlebih lagi, ketika Sadio Mane gagal mencetak gol dari titik penalti di babak pertama. Kegagalan Mane itu bisa saja menjadi titik balik Senegal dan kesempatan Mesir untuk menguasai permainan. 

Rupanya, Senegal tak patah arang. Kegagalan Mane bukanlah batu sandungan yang menghalangi ambisi Senegal menjadi juara. 

Dalam drama adu penalti, Edouard Mendy dan Sadio Mane mendapat peran yang cukup penting. Mendy menjadi palang pintu yang berhasil menggagalkan dua tendangan penalti pemain Mesir, sementara itu Mane menjadi penendang terakhir yang menjadi penentuan nasib baik Senegal sebagai juara. 

Mendy dan Sane, dua pemain yang sementara berkiprah manis di tanah Eropa. Di liga Inggris.

Sejak musim lalu, Mendy telah menjadi penjaga gawang yang sulit tak tergantikan di Chelsea. Berkat performa apiknya bersama Chelsea pada musim lalu, terlebih khusus dalam membantu Chelsea meraih trofi Liga Champions, Mendy pun dianugerahi sebagai kiper terbaik versi FIFA pada tahun lalu. 

Sampai saat ini, Mendy tetap menjadi pilihan utama Thomas Tuchel. Namun, siapa sangka di balik kesuksesan itu, perjalanan Mendy menuju kiper terbaik taklah gampang. Pernah Mendy berstatuskan tanpa klub dan berkarir tanpa bayaran. 

Titik balik dari Mendy ketika dia ikut membantu Reims promosi ke Ligue Satu Prancis di tahun 2017. Berkat performa di Reims, Rennes kemudian tertarik merekrutnya. Sebagai penjaga gawan Rennes, Mendy berhasil menciptakan 9 laga tak kebobolan dari 24 laga di Liga Perancis. 

Tak sampai di situ. Rennes juga masuk Liga Champions. Performa Mendy di Liga Champions menarik perhatian Chelsea yang saat itu masih dilatih oleh Frank Lampard. 

Terlebih lagi, kiper utama Chelsea Kepa Arrizabalaga tak tampil baik . Ketika Mendy tiba di Chelsea, dia langsung dipercayakan oleh Frank Lampard. Mendy langsung menunjukkan performa yang menjanjikan hingga menyingkirkan Kepa Arrizabalaga dari tempat nomor satu di kiper Chelsea.  

Hanya di masa kepelatihan Thomas Tuchel, Mendy dan Kepa sedikitnya berbagi jam main. Artinya, persaingan di antara kedua kiper memunculkan efek baik, di mana kualitas Kepa pun terlihat bangkit. 

Performa Mendy menempatkannya sebagai kiper terbaik dunia. Raihan individual makin kinclong ketika dia berhasil membantu Senegal menjadi juara Piala Afrika. 

Dari Mendy kita belajar tentang kerja keras. Tak mudah putus asa ketika berhadapan dengan kesulitan dalam karir sebagai pesepak bola. Padahal, Mendy pernah merasakan tak dibayar. Kendati demikian, Mendy terus berusaha untuk menunjukkan performa terbaik hingga usaha itu terbayar saat ini. 

Hampir sama persis dengan Mendy, Sadio Mane mengawali karirnya dari situasi yang cukup sederhana. Berasal dari miskin di Senegal, Mane belajar tentang kesederhanaan hidup. 

Dia tumbuh dalam keluarga yang agak miskin. Gegara kemiskinan, Mane bahkan tak berkesempatan belajar di sekolah. Jadinya, Mane kerap menghabiskan banyak waktu bermain sepak bola di jalanan. 

Mane begitu makin terinspirasi dengan sepak bola ketika Senegal masuk piala dunia 2022. Terlebih lagi saat itu, Senegal berhasil mengalahkan Perancis. 

Niatnya untuk menjadi pemain sepak bola begitu kuat. Beruntung keluarganya ikut mendukung. Bahkan orangtuanya rela menjual lahan agar Mane bisa masuk sekolah bola di Dakar, ibukota Senegal. 

Bakatnya menarik perhatian dari pencari bakat dari Perancis. Di Perancis, Mane bermain di divisi dua bersama Metz. Pendek kata, Mane pindah dari Red Bull Salburg, Southampton, hingga kemudian ditarik oleh Jurgen Klopp ke Liverpool. 

Rupanya, pengalaman masa lalu tak membuat Mane kilau dengan popularitas dan gelimang harta benda. Sempat Mane tertangkap membawa phone yang sudah usang. 

Juga, dalam salah satu interview, Mane menyatakat bahwa niatnya hanya untuk membangun sekolah, stadion, dan penghidupan yang layak untuk masyarakat di tempatnya, daripada memiliki mobil mewah dan barang mahal lainnya. 

Mane pun menyumbangkan hartanya untuk membangun sekolah. Rupanya pengalaman masa lalu telah menuntunya agar rakyatnya bisa bersekolah dengan baik. 

Ini menunjukkan sisi kesederhanaannya sebagai seorang pribadi. Pengalaman masa lalu membekas dalam pikirannya, dan itu turut membentuk mentalitasnya sebagai seorang pesepak bola yang sukses, bukan saja di lapangan hijau tetapi dalam kehidupan bersama. 

Mendy dan Mane adalah dua sosok penting bagi Senegal dalam Piala Afrika. Keduanya juga mempunyai kisah hidup yang bisa dipelajari dan diteladani. 

Salam Bola

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun