Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Agar Kerja Magang Tak Ciptakan Trauma dan Jadi Volunteer Tak Membuat Kecewa

1 November 2021   19:46 Diperbarui: 2 November 2021   11:05 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kerja magang. Sumber foto: Thinkstockphotos via Kompas.com

Menjadi seorang pekerja handal dan diterima atau diakui di tempat kerja tertentu selalu bermula dari langkah pertama. Langkah pertama itu bisa berupa dari kerja magang atau pun kerja sebagai volunter.

Hemat saya, kedua tipe kerja, baik itu sebagai magang atau pun volunter, hampir persis sama. Kesamaannya bahwa seseorang hanya bekerja untuk belajar dan mencari pengalaman tanpa jaminan berupa kompesansi gaji.

Memang, tak menutup kemungkinan jika ada yang mendapat bayaran, tetapi lebih pada penghargaan daripada uang gaji yang mengikuti standar tertentu.  

Kendati demikian, dua tipe kerja ini sangat menentukan dalam perjalanan karir seseroang. Pasalnya, tak sedikit orang yang diakui berkat ketelatenan dalam bekerja sejak berlaku seorang magang.

Sama halnya, dengan seorang yang mulai bekerja sebagai volunter. Etos kerjanya sebagai seorang volunter bisa membawanya pada pengakuan dari tempat kerja untuk mendapat tempat regular.

Seorang teman, masih bekerja sebagai volunter di sebuah kantor, bercerita tentang pengalamannya magang dari satu bengkel mobil ke bengkel lainnya. Dalam perjalanan waktu magang di beberapa bengkel, dia menemukan bahwa dia tak mempunyai passion bekerja sebagai montir.

Lantas, dia banting stir. Karena keterbatasan dana untuk mengambil jalur polisi atau tentara, dia memilih bekerja di kantor penanggulangan bencana alam.

Awalnya, dia harus mengikuti latihan bersama pekerja regular. Berkat ketekunan dan ketahanan fisinya selama latihan, dia mendapat tempat di antara sekian orang yang mengikuti latihan.

Namun, pertama-tama dia harus bekerja sebagai volunter. Gajinya tak tetap. Kadang ada, kadang pun tak ada. Menurutnya, kunci dia bisa mendapat tempat regular bergantung pada performanya.

Dari pengalaman teman itu, paling tidak dua hal yang bisa membuat seseorang tidak melihat kerja magang atau volunter sebagai momok dalam perjalanan karir.

Pertama, jadikan proses magang dan kerja sebagai volunter sebagai arena belajar.

Kerja magang dan volunter merupakan momen untuk belajar. Sebagai seorang mahasiswa atau pun fresh graduate, seseorang seyogianya menempatkan pola pikir untuk belajar daripada pola pikir untuk menerapkan apa yang kita dipelajari.

Pertama-tama kita mau belajar. Pasalnya, lingkungan kerja bisa saja sangat berbeda dengan apa yang kita jumpai di bangku sekolah atau bangku kuliah. 

Pengalaman senior bisa menjadi masukan untuk apa yang telah dipelajar. Bahkan kita belajar dari senior tentang membangun relasi. 

Beberapa pekan lalu saya bertemu dengan seorang arsitek  asal Filipina yang kebetulan memegang proyek salah satu gedung di tempat kami. Dia bercerita tentang pengalaman pertama menjadi arsitek setelah tamat kuliah. 

Dia mengawali karirnya dengan melakukan magang kerja di salah satu seniornya di bangku kuliah. Berkat relasi yang sudah terbangun di bangku kuliah, tidak sulit baginya untuk mendapat tempat bekerja sebagai seorang magang.  

Ketika dia sudah bisa memegang sebuah proyek, seniornya itu pun perlahan melepaskannya untuk berdiri sendiri. Hal yang sama ini pun dilakukannya untuk beberapa orang arsitek. 

Arsitek ini selalu menerima arsitek yang baru tamat kuliah untuk magang atau pun kerja volunter. Gaji mereka tak seberapa. Proyek pun terbatas. 

Menurutnya, setelah mereka bekerja lebih dari empat tahun, mereka pun mulai diberikan tugas yang besar. Hingga mereka pun bisa berdiri di atas kaki sendiri dan menjalankan proyek sendirian. Juga, dia mengingatkan bahwa dalam proses magang, membangun relasi menjadi salah satu kunci sukses dalam perjalanan karir. 

Bahkan dengan pekerjaan yang dihadapi, seseorang bisa saja mengerti dengan persoalan teoritis dari sekolah atau pun memperkaya pengetahuan yang telah diperolehnya. Pola pikir untuk belajar bisa membuat seseorang tak melihat magang atau bekerja volunter sebagai beban yang harus dipikul.

Kedua, pikirkan lebih dahulu tentang skill, baru berpikir tentang gaji. 

Gaji selalu menjadi pikiran dari sebagian besar orang ketika bekerja, baik itu berada di tempat magang maupun sebagai volunter. Padahal, gaji itu bisa datang kemudian ketika kemampuan kerja sudah terasah dengan baik.

Bagaimana pun, bos, pemilik usaha atau pun pimpinan tidak akan tutup mata dalam melihat kemampuan dan ketekunan seseorang dalam bekerja. Bahkan karena performa yang baik, seseorang bisa direkrut atau pun direkomendasikan untuk mendapat pekerjaan tetap.

Sewaktu tingkat 2 sewaktu kuliah, saya dan beberapa teman berkesempatan melakukan magang di sebuah sekolah. Umumnya, kami diminta mengajar soal tulis menulis di beberapa kelas.

Karena konteksnya magang, kami tak pernah berpikir tentang gaji. Kami hanya berpikir jika itu merupakan bagian dari program yang dijalankan setiap masuk tingkat dua di bangku kuliah.

Bahkan kami harus mengorbankan uang saku sendiri untuk melakukan perjalanan ke sekolah itu.

Kami coba menjalankan pekerjaan dengan baik laiknya menjalani pekerjaan sebagai guru pada umumnya. Tiba-tiba, di akhir ujian semester kepala sekolah meminta evaluasi atas pekerjaan anak murid. Padahal, hal itu tak menjadi kesepatakan dalam kerja magang kami.

Malahan, kami yang membutuhkan evaluasi dari sekolah atas proses magang kami. Rupanya, kepala sekolah mau melihat performa kami sebelum memberikan evaluasi atas performa kami di sekolah.

Kami memberikan laporan dan penilaian laiknya apa yang dibuat oleh para guru pada umumnya. Kepala sekolah begitu puas. Lalu, dia memberikan kompensasi berupa uang saku untuk kami yang magang di sekolah itu.

Uang saku ini sebenarnya bukan tujuan dari magang kami. Uang saku ini hadir karena kepala sekolah mengakui dan menghargai kemampuan yang kami tunjukan. Yang paling kami tekankan dalam program magang ini adalah membangun skill untuk mengajar. 

Maka dari itu, membangun skill dalam proses magang dan bekerja volunter sangatlah penting. Hal itu bisa menjadi jaminan bagi seseorang direkrut, direkomendasikan, atau pun dijadikan seorang pekerja tetap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun