Sebut saja namanya ibu Diana berasal dari salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan. Baru-baru ini, dua puterinya berangkat ke Bandung untuk melanjutkan kuliah.
Salah satu puterinya, anak sulung, sebenarnya sudah lebih dulu berkuliah di Bandung. Situasi pandemi memaksa anak sulungnya itu pulang ke rumah. Kuliah dari rumah.
Bersamaan dengan itu, tahun lalu adiknya menyelesaikan bangsu SMA. Dia juga memilih Bandung sebagai tujuan lanjut untuk berkuliah.
Bukan hanya perpisahan dengan kedua puterinya yang mencemaskan hati ibu Diana, tetapi juga keberlangsungan bisnis keluarga.Â
Pasalnya, kedua anaknya itu memilih jurusan kuliah yang tidak berhubungan sama sekali dengan bisnis keluarga. Bahkan jurusan yang dipilih oleh kedua puterinya itu terlihat tidak cocok untuk konteks di mana mereka tinggal. Jurusan mereka lebih cocok untuk bekerja di kota-kota besar.
Harapan terakhir ibu Diana adalah anak bungsu, seorang laki-laki dan baru menginjak bangku SMP. Namun, ibu Diana mempunyai rencana berbeda untuk anaknya itu, dan bukan bergelut dengan dunia bisnis keluarga.
Bisnis ibu Diana ini berkategori bisnis untuk bahan-bahan pokok. Bisnisnya termasuk pemasok untuk wilayahnya dan di beberapa daerah tetangga. Bisnis ini ditunjangi oleh beberapa fasilitas dan sejumlah karyawan, jadi bukan sekadar bisnis kecil.
Menariknya, bisnis ini dimulai dari langkah terbawah. Bukan hasil warisan dari keluarga atau pun harta dari suami. Bisnisnya murni usaha kerja keras dia dengan suaminya. Makanya, dia tak mau jika bisnis ini kelak akan hilang hanya karena anak-anaknya tak tertarik untuk menjalankan bisnis yang sama.
Lantas, apa langkah yang perlu dijalani di tengah situasi yang dihadapi oleh ibu Diana ini?
Pertama, Tetap mendukung pendidikan anak
Bagaimana pun, minat anak tidak boleh dikekang. Mengekang minat anak bisa saja berujung pada rasa frustrasi pada anak sendiri. Muaranya hal itu bisa merumitkan relasi antara orangtua dan anak.
Dalam hal ini, memaksa anak untuk mengikuti kehendak orangtua bukanlah jalan yang tepat. Barangkali kehendak orangtua dilatari oleh keberlangsungan bisnis keluarga. Daripada usaha bisnis diserahkan kepada orang lain, lebih baik usaha itu diwariskan kepada anak-anak.
Persoalannya, ketika minat anak berbeda dengan usaha bisnis yang sementara dijalani. Pada titik ini, orangtua bisa panik memikirkan keberlangsungan bisnis apabila kelak mereka sudah berumur.
Tak terlepas dari pikiran tentang keberlangsungan bisnis keluarga untuk waktu yang mendatang, juga hal yang perlu dipikirkan oleh orangtua adalah soal mentalitas anak apabila minatnya ditekan. Mengungkung minat anak bisa juga melukai kejiwaan anak.
Kalau ditekan dan dipaksakan, anak akan cenderung untuk memberontak. Jadinya, dia tak akan menjalankan apa yang dikehendaki oleh orangtua dengan bebas dan bertanggung jawab.
Ketika anak mempunyai minat berbeda dengan usaha bisnis keluarga, sebaiknya langkah untuk tetap mendukung minat anak tetap dijaga.Â
Bukan tak mungkin, pengetahuan baru yang mereka peroleh di bangku kuliah bisa memberikan warna baru untuk usaha bisnis keluarga.
Kedua, Membangun Sistem Kerja Baru
Keberlangsungan sebuah usaha tak lepas dari sistem kerja. Sistem kerja ini bergantung pada kepemimpinan. Sebuah bisnis yang sangat bergantung pada satu pemimpin tunggal ikut mempengaruhi keberlangsungan sebuah bisnis.
Ketika pemimpin itu absen atau pun tidak ada, usaha pun ikut stabil. Makanya, banyak usaha bisnis yang membangun kepercayaan kepada banyak pihak.
Mempercayakan orang lain sembari tetap menjadi pemilik dari usaha adalah salah satu cara membangun sistem kerja. Orang lain menjadi pengatur di lapangan, tetapi pemilik dan pemegang kendali dari usaha bisnis tetap berada di tangan keluarga. Dengan ini, keluarga tetap mengontrol usaha walaupun pemimpin di lapangan berada di tangan berbeda.
Di sini, kita membutuhkan sosok yang tepat untuk menjadi orang yang dipercayai. Jangan sampai kepercayaan itu malah berbuah petaka. Makanya, sedinih mungkin bisa mencari sosok yang patut dipercayai untuk menggantikan tempat anak-anak.
Betapa tidak, kepercayaan itu bukan terbangun semalam, tetapi itu terbangun dalam proses yang cukup panjang. Sembari mendukung minat anak, orangtua juga mulai memikirkan untuk membangun sistem kerja yang cocok agar usaha keluarga tetap bertahan.
Ketiga, Jangan Putus Asa Membangkitkan Minat Anak pada Bisnis Keluarga
Minat itu bisa muncul secara lahiriah dan bisa karena ketertarikan pada hal tertentu. Seseorang bisa berminat pada hal tertentu karena dia menemukan sesuatu yang berbeda dari apa yang dilihatnya.
Sama halnya dengan bisnis yang dibangun keluarga. Seorang anak bisa tertarik pada bisnis keluarga apabila dia melihat sisi-sisi yang bisa menariknya untuk terlibat dalam bisnis tertentu.
Salah satu cara membangun minat anak adalah berdiskusi dengan anak tentang bisnis yang sementara dibangun. Jangan sungkan menanyakan pendapat anak tentang apa yang mesti dilakukan apabila menghadapi persoalan tertentu atau pun mau membangun sistem kerja tertentu.
Menjadi lebih menarik, apabila orangtua mencari benang merah antara bisnis keluarga dengan minat pendidikan yang digeluti. Bukan tidak mungkin, anak juga berpikir bagaimana membangun bisnis keluarga di ilmu yang diperolehnya di bangku kuliah.
Selain bertanya, kita juga coba memasukan anak pada lingkaran pekerjaan yang sementara digeluti. Semakin pendapat dan pandangannya diminta, minatnya bisa terasah. Apalagi, pendapatnya diperhatikan dan didengarkan. Â
Yang perlu dihindari adalah tak boleh mengeluh tentang situasi bisnis. Kadang-kadang, keluhan menjadi energi negatif yang melemahkan dan mematikan minat anak untuk terlibat dalam bisnis yang sama.
Tak masalah ketika anak mempunyai minat yang berbeda dengan orangtua dan bisnis keluarga. Kalau ingin bisnis tetap bertahan kendati anak-anak memilih jalur berbeda, orangtua mulai berpikir tentang sistem kerja yang tepat dan cara untuk terus memantik minat anak.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H