Seorang teman mengeluh tentang tiga kepenokan kandung dari suaminya yang menetap di rumah mereka.Â
Ketiga anak ini diterima masuk tanpa sepengetahuan teman itu. Dia baru tahu ketika ketiga anak itu sudah berada di rumah. Â
Hal itu bukan menjadi persoalan utama. Persoalan utama adalah soal tingkah laku dari ketiga anak ini. Mereka menetap seolah tanpa peduli bahwa ada aturan di rumah yang harus dijalankan.Â
Karena dia tak enak dengan suaminya, awalnya dia hanya diam memperhatikan tingkah laku mereka. Namun, situasi memburuk saat ketiga keponakan suaminya itu tidak peduli dengan keberadaannya di rumah.Â
Mereka hanya peduli pada suaminya. Barangkali karena ikatan keluarga dengan suaminya sehingga mereka hanya mendengar apa yang disampaikan oleh suaminya. Â
Menjadi tambah parah ketika ketiga anak itu pergi dari rumah tanpa peduli situasi rumah dan tanpa pemberitahuan. Pernah mereka pergi dengan meninggalkan kondisi rumah dalam keadaan kotor.Â
Belum lagi, kalau mereka pulang lebih duluan dari rumah dan menghabiskan makanan di rumah seolah tak menyadari bahwa masih ada orang lain yang belum makan.Â
Karena tidak tahan dengan situasi ini, teman ini mulai menyampaikan keluh kesahnya kepada suaminya. Perang kata-kata tak terhindarkan. Suaminya sedikit membela keponakannya. Â
Puncaknya, ketika uang tabungan dari anak mereka yang ditabung selama 2 tahun hilang dari celengan. Teman itu pun membuat keputusan antara membiarkan ketiga keponakannya itu tetap tinggal di rumah ataukah dia yang pergi.
Keberadaan dari anak saudara yang menetap karena urusan sekolah, kerja, atau urusan lain kerap kali menimbulkan situasi tidak nyaman. Bisa jadi, yang merasa tidak nyaman adalah anak saudara yang datang menetap karena aturan rumah yang ditetapkan dan sikap dari pemilik rumah.Â
Persoalan lain ketika hal itu mempengaruhi hubungan antara suami dan istri. Misalnya, sanak saudara dari suami seperti pengalaman teman saya di awal tulisan ini.Â
Istri menjadi canggung untuk menegur karena hal itu bisa saja menimbulkan pikiran negatif dari sisi keluarga suami. Pelampiasan kemarahan pun hanya kepada suami. Jika kemarahan itu ditanggapi dengan kemarahan, konflik pun bisa saja terjadi. Â
Dengan kata lain, efek dari keberadaan anak dari saudara di rumah bisa merunyamkan relasi suami dan istri.Â
Maka dari itu, agar seorang anak dari saudara tidak menimbulkan persoalan dalam hubungan suami istri, maka dua hal berikut bisa dibuat dalam setiap keputusan.Â
Pertama, Komunikasi antara suami-istri ketika menerima anak saudara.Â
Bagaimana pun, di dalam satu rumah ada dua sosok yang bertanggung jawab. Suami dan istri. Setiap keputusan dan kebijakan di dalam rumah tangga seyogianya terlahir karena diskusi bersama. Bukannya terlahir karena pertimbangan pribadi atau pun soal perasaan semata.Â
Menjadi masalah ketika keputusan sepihak itu malah menimbulkan konflik. Saling menyalahkan akan sulit dihindari. Konflik itu bisa berujung pada hubungan salah satu pihak dengan keluarga besar.
Maka dari itu, komunikasi bersama sangat perlu untuk melihat sisi-sisi yang perlu dibuat ketika menerima anak saudara untuk tinggal di rumah.Â
Tujuannya, agar anak itu tidak merasa hanya diperhatikan oleh salah satu pihak atau berpihak pada salah satu pihak. Namun, dia merasa bahwa dia diterima oleh kedua belah pihak di dalam rumah.Â
Kedua, Membuat aturan dan kebijakan rumah.Â
Tinggal di rumah keluarga bukannya tanpa aturan. Walaupun berbeda dengan tinggal di asrama yang memiliki sistem aturan yang jelas, perlu juga suami-istri mengatur aturan di rumah. Terlebih untuk sanak keluarga yang datang menetap untuk urusan sekolah. Â
Anak dari saudara mesti sadar bahwa kendati dia akan tinggal di rumah keluarga tetapi dia mempunyai aturan hidup. Jadi tidak sekadar ikut kemauan sendiri. Paling kurang, ada komunikasi ketika mau melakukan sesuatu atau juga membutuhkan sesuatu di dalam rumah keluarga.
Jadi, pasangan suami istri berdiskusi tentang aturan yang bisa diterapkan di dalam rumah untuk sanak keluarga yang menetap. Tujuannya, agar dia tak hidup seturut apa yang diinginkan atau pun mengikuti alur kehidupan dari rumahnya semata.Â
Tentu saja, aturan itu bukan untuk mengekang dan mengontrol secara ketat. Akan tetapi, aturan itu membantu sanak keluarga itu mengikuti irama kehidupan keluarga yang ditinggalinya. Â
Menerima seorang anak dari saudara memang tidaklah gampang. Pasangan suami-istri perlu berkomunikasi agar sanak keluarga itu tak nyaman dengan salah satu pihak, tetapi dia nyaman dengan setiap orang di dalam rumah.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H