Persoalan lain ketika hal itu mempengaruhi hubungan antara suami dan istri. Misalnya, sanak saudara dari suami seperti pengalaman teman saya di awal tulisan ini.Â
Istri menjadi canggung untuk menegur karena hal itu bisa saja menimbulkan pikiran negatif dari sisi keluarga suami. Pelampiasan kemarahan pun hanya kepada suami. Jika kemarahan itu ditanggapi dengan kemarahan, konflik pun bisa saja terjadi. Â
Dengan kata lain, efek dari keberadaan anak dari saudara di rumah bisa merunyamkan relasi suami dan istri.Â
Maka dari itu, agar seorang anak dari saudara tidak menimbulkan persoalan dalam hubungan suami istri, maka dua hal berikut bisa dibuat dalam setiap keputusan.Â
Pertama, Komunikasi antara suami-istri ketika menerima anak saudara.Â
Bagaimana pun, di dalam satu rumah ada dua sosok yang bertanggung jawab. Suami dan istri. Setiap keputusan dan kebijakan di dalam rumah tangga seyogianya terlahir karena diskusi bersama. Bukannya terlahir karena pertimbangan pribadi atau pun soal perasaan semata.Â
Menjadi masalah ketika keputusan sepihak itu malah menimbulkan konflik. Saling menyalahkan akan sulit dihindari. Konflik itu bisa berujung pada hubungan salah satu pihak dengan keluarga besar.
Maka dari itu, komunikasi bersama sangat perlu untuk melihat sisi-sisi yang perlu dibuat ketika menerima anak saudara untuk tinggal di rumah.Â
Tujuannya, agar anak itu tidak merasa hanya diperhatikan oleh salah satu pihak atau berpihak pada salah satu pihak. Namun, dia merasa bahwa dia diterima oleh kedua belah pihak di dalam rumah.Â
Kedua, Membuat aturan dan kebijakan rumah.Â
Tinggal di rumah keluarga bukannya tanpa aturan. Walaupun berbeda dengan tinggal di asrama yang memiliki sistem aturan yang jelas, perlu juga suami-istri mengatur aturan di rumah. Terlebih untuk sanak keluarga yang datang menetap untuk urusan sekolah. Â