Hari ini, negara Filipina merayakan Hari Ayah. Orang-orang Filipina umumnya mewarnai media sosial dengan dengan pelbagai macam ucapan salam untuk memaknai perayaan hari ayah.
Lagu yang dinyanyikan oleh Luther Vandross yang berjudul "Dance with My Father," ikut menghiasi beberapa siaran radio.
Tak sampai di situ. Beberapa di antaranya membuat acara kecil, kejutan untuk ayah mereka, atau pun membawa ayah mereka ke restauran untuk merayakan hari ayah hari ini.
Ini menandakan pentingnya ayah di dalam keluarga. Sebagaimana pandangan di Indonesia, di Filipina ayah juga kerap dipandang sebagai fondasi ekonomi keluarga.
Ayah pergi bekerja mencari nafkah. Sementara ibu mengurus kegiatan rumah tangga. Bersyukur, ketika ibu/istri juga mempunyai pekerjaan tetap. Paling tidak bisa membantu untuk menopang ekonomi keluarga.Â
Sebagai fondasi ekonomi keluarga, ayah dituntut untuk bisa menyiapkan kebutuhan keluarga. Tak ayal, ketika hal itu tidak berjalan lancar, persoalan di keluarga tak bisa dihindari.
Di Filipina saya tinggal di desa yang sebagian besar ayahnya adalah pekerja bangunan (construction worker). Biasanya mereka pergi pagi sebelum pukul 7 pagi dan pulang jam 4 sore. Kerja dari Senin sampai Sabtu.
Secara umum, upah yang ditentukan dan diperoleh selama sehari berkisar 500 peso untuk yang berkeahlihan dan yang pekerja kasar 400 peso (Kalau 500 peso dikalikan dengan 250 sama dengan Rp. 125,000 per hari sementara pekerja kasar mendapat Rp. 100,ooo).
Umumnya, para pekerja bangunan ini berada di bawah naungan seorang arsitek atau kontraktor. Waktu dan tempat kerja mereka diatur oleh arsitek/kontraktor tersebut.
Bahkan upah mereka pun diatur. Tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Keuntungannya, mereka bisa bekerja setiap hari karena arsitek/kontraktor selalu mempunyai ladang pekerjaan.
Berbeda situasi jika tidak (mau) terikat pada seorang kontraktor atau arsitek. Keuntungannya, dia bisa menerima penuh pendapatan 500 peso untuk berkeahlihan dan 400 peso untuk pekerja kasar.
Tantangannya, mereka bisa saja tidak mendapat pekerjaan karena bergantung pada tawaran dan kebutuhan. Bersyukur kalau secara pribadi mereka sudah dikenal pandai dan telaten. Tak sulit untuk mendapat tawaran.
Kalau sudah mendapat reputasi negatif di mata orang-orang, tawaran akan sulit datang. Jadinya, menanti tawaran yang memang sudah tidak ada pilihan lain. Â
Pandemi korona menjadi tantangan berat bagi para ayah yang bekerja sebagai pekerja bangunan. Pembatasan berupa karantina yang dibuat membuat ruang gerak mereka ikut dibatasi. Bahkan di beberapa tempat, mereka tidak diijinkan untuk bekerja. Â
Jadinya, mereka harus tinggal di rumah. Dirumahkan berarti kehilangan pendapatan. Kehilangan pendapatan berujung pada tidak adanya pasokan bahan kebutuhan harian untuk keluarga.
Harapan akhirnya pada bantuan sosial dari pemerintah. Itu pun kerap kali tidak cukup.Â
Karenanya, banyak yang mengeluh. Ada pula yang nekat untuk mencari peluang kerja di tempat lain guna mengatasi persoalan yang terjadi.
Merayakan hari ayah mengingatkan pada perjuangan para ayah di tengah masa pandemi. Ketidakadaan pekerjaan dan kehilangan pendapatan membuat ayah yang merupakan fondasi keluarga harus berjuang keras.
Sampai saat ini, pandemi korona tetap menjadi tantangan yang cukup serius bagi para ayah, termasuk para ayah yang hanya berharap pada pendapatan harian.Â
Saat ada penduduk desa yang dinyatakan positif, desa harus diisolasi. Mereka pun harus menerima kenyataan tidak keluar rumah untuk pergi bekerja.
Akibatnya, mereka kehilangan pendapatan. Dan, seolah tinggal dalam ketidakpastian.
Hari ayah yang dirayakan pada hari ini di Filipina bisa menjadi peringatan akan perjuangan para ayah di tengah pandemi korona. Sebagai fondasi keluarga, mereka menginginkan situasi yang mendukung agar fondasi itu tetap kuat.
Akan tetapi, pandemi mengoncangkan fondasi itu. Kalau tidak kuat, keluarga bisa roboh. Kalau kuat, keluarga itu bisa berjalan seperti biasa.
Yang menguatkan fondasi itu adalah ayah sendiri. Salah satu caranya lewat kreativitas mereka untuk menguatkan fondasi tersebut.
Contohnya, pada beberapa ayah di sini. Ketika ruang mereka dibatasi untuk bekerja di kota sudah dibatasi, mereka pun beralih untuk pergi menangkap ikan di sungai.
Hasil ikan tangkapan bukan saja dikonsumsi oleh keluarga mereka, tetapi itu juga dijual kepada tetangga. Cukup untuk menopang kehidupan harian keluarga.
Persoalannya, ketika tidak ada ayah yang kreatif di tengah situasi pandemi. Jadinya, hanya berharap pada pemerintah. Ketika mentok, ada rasa kecewa dan marah. Ujung-ujungnya, rasa marah itu dilampiaskan kepada keluarga di rumah.
Kisah tentang ayah beraneka macam., terlebih khusus di tengah situasi pandemi korona. Umumnya, mereka harus berjuang untuk menunjukkan diri sebagai fondasi keluarga yang tidak mudah goyah.
Selamat Hari Ayah!
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI