Kita sementara diramaikan dengan permainan catur. Gara-gara Dewa Kipas mengalahkan GothanChess yang dipegan IM Levy Rozmanonline. Kemenangan ini malah berujung pada pemblokiran Dewa Kipas (Dadang Subur) dari Chess.com.
Persoalan itu tidak berhenti. Deddy Corbuzier membuat pertandingan langsung Dewa Kipas dan Women Grandmaster Indonesia, Irene Sukandar. Lebih dari 1 juta orang yang pertandingan catur antara Irene Sukandar kontra Dewa Kipas.
Bagi Dewa Kipas, ini bisa menjadi ajang pembuktian diri. Kemenangan di permainan online bisa dibuktikan lewat permainan langsung. Akan tetapi, Irene berhasil membekuk Dewa Kipas dengan skor 3-0. Pembuktian yang gagal. Kendati demikian Dewa Kipas sudah mendapat popularitas.
Orang-orang pun nimbrung untuk mengenal sosok Dewa Kipas. Masyarakat bukan saja berbicara tentang permainan catur, tetapi mereka pasti mengulik pelbagai sisi dari sosok Dewa Kipas. Semakin dalam dan menarik dari sosok seorang Dewa Kipas, semakin naik pula popularitasnya.
Bukan tidak mungkin, pertandingan catur kontra Irene bukanlah pertandingan terakhir. Malah, akan muncul pelbagai pertandingan yang menghadirkan sosok Dewa Kipas.
Popularitas pemain catur tidaklah mentereng seperti pemain sepak bola dan bulu tangkis. Paling tidak, ini untuk konteks Indonesia. Dua olahraga ini sudah familiar di mata masyarakat, karenanya para atletnya juga terkenal.
Kecuali kalau seorang atlet memberikan penghargaan yang luar biasa. Popularitasnya bisa menangkap kalayak ramai. Tanpa prestasi yang gemilang, seorang atlet bisa hanya tampil demi kepentingan kompetesi tertentu.
Makanya, popularitas tidaklah cukup. Bagaimana pun, seorang atlet mesti mendapat pengakuan, baik itu dari publik maupun dari pemerintah. Dari pemerintah, itu bukan sekadar pemberian penghargaan karena prestasi.
Namun, pengakuan itu juga berupa kehidupan yang layak. Seorang atlet juga perlu mendapat kehidupan yang layak berupa gaji dan biaya hidup.
Popularitas hanyalah sesaat. Sementara berada di posisi puncak, seorang atlet pasti akan dikenal. Namun ketika penampilan sudah anjlok, popularitas menurun, pun jaminan hidup bisa jadi ancaman.
Makanya, tak sedikit mantan atlet yang harus hidup di bawah standar. Sudah membela negara, namun di saat pensiun mereka harus berhadapan dengan realitas yang cukup menantang.