Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Risiko Bekerja Hanya Mau Menyenangi Hati Atasan

17 Maret 2021   18:03 Diperbarui: 17 Maret 2021   18:19 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Motif kita bekerja bermacam-macam. Barangkali ada yang bekerja karena ingin mencari penghidupan. Gaji menjadi target utama. Tak heran, jumlah gaji kerap menjadi tolak ukur dalam menjawabi dan menjalankan sebuah pekerjaan.

Barangkali ada yang bekerja untuk mengisi waktu semata tanpa peduli berapa jumlah gaji. Daripada hanya tinggal kosong di rumah, lebih baik melakukan sebuah pekerjaan tertentu.

Namun, ada pula yang bekerja untuk menunjukkan kemampuan diri. Lewat hasil bekerja, seseorang bisa menunjukkan diri bahwa dia mampu untuk menjalankan sebuah pekerja.

Pokoknya, pelbagai motif orang bekerja. Di balik semua itu, bekerja merupakan bagian dari kehidupan harian kita.  

Sejatinya, bekerja merupakan cara kita mengaktualisasikan diri. Kita menunjukkan bakat dan kemampuan kita. Makanya, tak sedikit orang yang tidak bahagia dan tidak betah dengan pekerjaannya karena pekerjaan itu tidak melapangkan diri mereka untuk mengaktualisasikan diri.

Akan tetapi, pada saat seseorang menemukan pekerjaan yang sesuai dengan passion dan minatnya, dia cenderung betah. Walaupun di tempat kerja itu, gajinya mungkin lebih kecil daripada yang diterima di tempat sebelumnya. Rasa betah itu terjadi karena tempat di mana dia bekerja memberikan peluang untuk mengaktualisasikan diri dengan baik. Tidak kaku dan leluasa untuk mengekspresikan diri. 

Namun, ada pula yang bekerja hanya untuk mendapatkan kepentingan tertentu. Ingin kaya. Ingin terkenal. Untuk mencapai kepentingan ini, pelbagai cara dimanfaatkan. Salah satu cara adalah bekerja demi memuaskan atasan di tempat kerja.

Muara dari hal ini adalah agar bisa mendapat pandangan positif dari atasan. Disukai atasan dan diperhatikan ketika ada kesempatan untuk promosi dan kenaikan pangkat.  

Makanya, upaya memuaskan pimpinan itu pun dilakukan dengan cara mencari muka. Ketika dipercayakan oleh atasan, pekerjaan itu diupayakan untuk diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Namun, ketika dipercayakan oleh sesama rekan kerja, pekerjaan itu kurang diperhatikan atau diselesaikan ala kadarnya.

Bekerja hanya untuk menyenangkan atasan bisa menghadirkan insentif tertentu, seperti promosi ke tanggung jawab yang lebih besar. Tanggung jawab yang lebih besar ini memberikan pendapatan yang memadai dan melapangkan dirinya menjadi sosok yang dikenal di tempat kerja.

Namun, bekerja hanya menyenangkan atasan sangat berisiko. Persoalannya ketika atasan tidak berada di tempat. Bekerja pun menjadi tidak serius. Bahkan cenderung tidak memedulikan setiap pekerjaan yang diberikan.

Saat atasan tidak peduli bisa muncul rasa bersalah di dalam diri. Mulai mencurigai siapa saja yang dekat dengan pimpinan.

Persoalan lainnya ketika atasan memberikan teguran atas sebuah kesalahan tertentu. Teguran dari atasan seperti beban yang sangat berat hingga melihat peluang untuk bangkit dari keterpurukan dinilai sudah tertutup rapat. Efek lanjutnya menjadi tidak percaya diri hingga memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan.

Motif bekerja memuaskan atasan semata kerap membuat seseorang tidak bebas bekerja. Setiap pekerjaan selalu dipertimbangkan dari sisi selera dan minat atasan. Jadinya, tidak bisa menunjukkan hal baru yang bisa memberikan pandangan baru kepada atasan.

Setiap gerak laku dan hasil kerja selalu dipertimbangkan dari sudut pandang atasan. Kalau gerak laku dan hasil kerja berbeda dengan selera atasan, ada kecenderungan merasa diri bersalah. Juga, merasa tidak percaya diri untuk mengaktualisasikan diri.

Padahal, kalau coba menunjukkan hal-hal baru, bisa saja mata seorang atasan terbuka. Dia bisa melihat hal-hal baru yang bisa ditawarkan di tempat kerja. Dengan ini pula, seorang pegawai bisa mendapat catatan positif.

Selain itu, dia bisa mengaktulisasikan diri dengan bebas dan terbuka. Asalkan aktualisasi diri masih searah dengan orientasi yang terbangun di tempat kerja. Dengan kata lain, tidak sekadar menunjukkan kemampuan bekerja dan merugikan iklim di tempat kerja.

Ketika hanya bekerja menurut pola pikir dan laku atasan, cara kerja menjadi terbebankan. Beban karena hanya mau mengimitasi apa yang sudah pernah dibuat sebelumnya. Jadinya, hasil kerja menjadi stagnan. Juga, kemampuan diri juga tidak berkembang karena tidak dipacu untuk mencoba hal-hal baru.

Memang, bekerja harus tetap menghormati atasan. Menghormati atasan bukannya membentuk diri sebagai pekerja yang hanya menyenangkan atasan. Akan tetapi, bekerja dengan memberikan kemampuan terbaik. Atasan senang dan puas hanyalah efek lanjut dari upaya keras yang kita lakukan dalam menunjukkan kemampuan terbaik di tempat kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun