Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Seperti Apa Batasan Orangtua Saat Anak Berpacaran?

10 Maret 2021   19:49 Diperbarui: 14 Maret 2021   21:52 2253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak berpacaran (Sumber: istockphoto.com)

Reaksi orangtua bermacam-macam saat mengetahui salah satu anak mereka sudah memiliki pacar. Ada orangtua yang menolak, tidak siap. Pun ada juga yang tidak menerima pacar anak mereka.  Alasannya bisa saja anaknya masih bersekolah di bangku SMA atau berkuliah. 

Takutnya gara-gara berpacaran, proses bersekolah terganggu. Efek sampingnya kadang-kadang ada anak yang cenderung menyembunyikan hubungan pacarannya dari orangtua.

Alasan penolakan orangtua memang mulia, namun alasan itu malah membuat anak menjadi tidak jujur. Kalau diterima, barangkali anak juga akan terbuka untuk menceritakan relasinya dengan orangtua.  

Ada orangtua yang terbuka menerima kenyataan kalau anak mereka sudah mempunyai pacar. Apalagi kalau anak mereka sudah berumur. Antusiasnya pasti beda, antusias itu muncul karena harapan agar anak mereka harus menikah.

Ada juga orangtua yang senang karena faktor latar belakang dari pacar anak mereka. Latar belakang pacarnya terbilang menjanjikan. Karena ini, orangtua pun mulai menilai kalau masa depan anak mereka berada pada jalan yang aman.

Apa pun sikap orangtua, berpacaran biasanya menjadi salah satu jalan ke jenjang pernikahan. Kendati demikian, berpacaran tidak serta menjadi jaminan mutlak bagi dua orang untuk menikah. Bisa jadi, masa berpacaran itu berakhir karena hal-hal tertentu yang terjadi di dalam relasi. 

Secara umum, berpacaran itu seperti sebuah upaya untuk membangun relasi pengenalan di antara kedua belah pihak. Menjadi lebih menarik ketika relasi ini tidak hanya menjadi relasi antara dua orang, namun melibatkan pengetahuan orangtua.

Hal ini masih sulit terjadi, anak-anak cenderung cemas pada reaksi orangtua. Namun, jika orangtua mengerti, kenyataan berpacaran mesti dilihat sebagai bagian dari kehidupan anak mereka.  

Ilustrasi berpacaran. Sumber foto: Pexels.com
Ilustrasi berpacaran. Sumber foto: Pexels.com
Posisi orangtua sekiranya netral, orangtua harus tahu garis pembatas antara mereka dengan pacar dari anak mereka.

Orangtua memang tetap perlu mengontrol dan menilai relasi itu. Kontrol itu berupaya agar relasi pacaran itu tidak menjerumuskan kedua belah pihak pada jalan yang salah.

Kontrol itu juga menjadi cara bagi orangtua untuk menjelaskan kepada anak mereka bahwa relasi berpacaran bukanlah puncak dari sebuah relasi. 

Menjadi sangat penting ketika orangtua berperan untuk mengarahkan anak mereka untuk melihat prospek dari relasi itu ke jenjang pernikahan. 

Tentunya, tidak ada pemaksaan. Dalam mana, saat anak mereka berpacaran, orangtua menginginkan agar pacarnya itu secara mutlak harus menjadi calon suami/istrinya kelak. Tidak seperti itu. 

Harus perlu disadari bahwa relasi berpacaran itu bisa saja berakhir. Di hadapan situasi ini, peran orangtua sebagai pengontrol terlihat ketika mengarahkan pikiran anak untuk menerima kenyataan saat mereka putus dari pacarnya. 

Toh, banyak orang yang berpacaran dalam jangka waktu yang lama, namun relasi itu akhirnya harus berakhir. Berpacaran hanya proses menuju jenjang pernikahan, dan proses itu bisa saja kandas. Barangkali sebabnya ada persoalan yang sulit terpecahkan.

Di hadapankan pada situasi seperti ini, orangtua juga harus siap menerima kenyataan itu. Tidak serta merta menghakimi mantan pacar anak mereka. Juga, tidak serta merta menyalahkan satu pihak dan membenarkan anak mereka.

Andaikata orangtua sudah dilibatkan dalam relasi berpacaran, pastinya mereka akan tahu banyak tentang relasi itu. 

Pengetahuan itu bisa menjadi bekal bagi orangtua saat berhadapan dengan realitas, di mana relasi berpecaran anak mereka berakhir di tengah jalan.

Sekiranya, orangtua melihat situasi yang terjadi sembari berupaya untuk menenangkan anak mereka dari situasi kalut karena putus dengan pacarnya. Daripada terbenam pada situasi sulit yang terjadi pada anak mereka, lebih baik orangtualah yang berupaya mengembalikan semangat anak mereka.

Putus dari berpacaran bukanlah akhir dari sebuah relasi. Bisa saja, putusnya relasi itu bisa berujung pada berkat yang lebih baik. Orangtua bisa mempunyai peran dalam relasi pacaran anak mereka. 

Peran mereka bisa terbatas pada aspek mengontrol agar anak mereka tidak masuk pada hal-hal yang salah. Kontrol itu tidak boleh membebankan anak hingga anak harus berbohong ketika menjalin relasi dengan pacar mereka.

Kontrol itu lebih merangsang keterbukaan anak untuk bercerita tentang relasi yang sementara dibangunnya. Dengan itu, anak mereka juga bisa menjelaskan situasi sulit yang terjadi, misalnya, ketika memutuskan untuk menikah atau juga mengakhiri masa berpacaran.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun