Seorang teman pernah berhadapan dengan situasi yang cukup rumit. Suaminya menjalin relasi dengan rekan kerjanya. Ketika diketahui, suaminya mengakui kesalahannya. Bahkan suaminya meminta teman baiknya itu untuk meminta maaf atas apa yang terjadi.
Permintaan maaf diterima. Di balik permintaan maaf itu, dia meminta agar relasi keduanya berakhir. Sebagai tanda akhir dari relasi kelam itu, dia dan suaminya memutuskan untuk pindah ke kota lain.Â
Namun, masa kelam itu tidak selamanya menghilang dari ingatan. Kadang kala muncul dan menghantui pikirannya. Situasi ini menunjukkan bahwa di balik kesempatan kedua ada suasana batin yang tidak selamanya tenang. Masih terbayang masa kelam.Â
Menurutnya, salah satu cara agar tidak terkontrol oleh pengalaman pahit masa lalunya adalah dengan fokus pada pekerjaannya, baik sebagai seorang ibu maupun wanita karir. Juga, dia berupaya untuk tetap menunjukkan diri sebagai seorang istri yang baik agar persoalan masa lalu tidak terjadi lagi.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa kesempatan kedua tidak gampang untuk dijalani. Hal yang menyulitkan ketika keputusan untuk memberikan kesempatan kedua tidak dibarengi dengan langkah rekonsiliasi yang cukup mendalam. Dalam mana, salah satu pihak yang bersalah mengakui kesalahan dan pihak yang dikhianati membuka diri untuk menerima permintaan maaf.Â
Selain itu, kedua belah pihak berusaha bersama-sama untuk memperbaiki relasi yang telah rusak. Dengan kata lain, kesempatan kedua diberikan dengan dibarengi dengan upaya untuk memperbaiki diri agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H