Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Bagaimana Jika Seorang Gay Mengungkapkan Perasaannya kepada Anda?"

21 Januari 2021   17:40 Diperbarui: 21 Januari 2021   17:45 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Bagaimana kalau ada seorang gay yang mengungkapkan perasaannya kepada Anda?" 

Pertanyaan seorang teman beberapa pekan lalu. Teman ini seorang gay.

Entah mengapa dia bertanya seperti itu. Barangkali dia coba mengukur pandangan saya tentang kelompok mereka. Juga, pertanyaan untuk melihat sejauh mana saya menaruh respek kepada mereka. 

Makanya, pertanyaan itu cukup sulit untuk dijawab. Kesulitan yang paling pertama karena latar belakang budaya yang saya pegang dengan ajaran agama yang sudah terbangun sekian tahun. Bila menimbang dari aspek budaya, jawabannya akan lebih bernuansa kontra. Penolakan keras. Bahkan, ungkapan perasaan itu dinilai konyol, aneh, dan tidak normal sama sekali. 

Kesulitan lain karena kondisi kemanusiaan saya. Secara manusiawi, saya tidak  tertarik dengan sesama jenis. Saya tertarik dengan lawan jenis. Bagaimana mungkin sesama jenis harus berelasi dengan sesama jenis. Tidak mungkin. Pandangan ini juga sudah terbangun sejak lama.  

Makanya, jawaban atas pertanyaan itu pun harus hati-hati disampaikan. Tidak boleh menyinggung penanya. 

Sambil berpikir lebih jauh dan coba menempatkan pada kehidupan mereka, saya coba menjawab seadanya. Saya hanya akan menghormati ungkapan perasaan seorang gay. Tidak menjawab "iya" agar tidak terjadi kesalahpahaman, pun tidak menjawab tidak sebagai bentuk penolakan yang bisa melukai. Hanya berupaya netral sembari memberikan penjelasan sebagai bentuk penghormatan pada perasaannya. 

Selama beberapa tahun tinggal di Filipina, saya mempunyai teman beberapa orang gay. Sangat menantang berhadapan dan berelasi dengan kaum LGBT seperti kaum gay. Sebagaimana yang saya sebutkan di atas, kesulitan yang paling utama adalah faktor latar belakang budaya saya beserta ajaran agama yang sudah tertanam sekian tahun. 

Faktor budaya asal selalu menjelaskan jika seorang pria, misalnya, harus menunjukkan kejantanannya. Kejantanannya itu nampak lewat kekuatan diri, kekokohan berhadapan dengan persoalan, tidak pantang mundur ketika menghadapi tantangan. Pendeknya, seorang laki-laki harus berkepribadian kuat, tegar, dan berani. 

Pada saat situasi berbeda, orang pun akan berlaku sinis. Tidak jarang terjadi ada penolakan di lingkungan sosial, yang kadang berujung pada pengkotakkan dan penyingkiran seseorang gay, seperti misal, dari lingkup sosial. 

Pola pikir seperti ini pun membentuk pandangan pada setiap laki-laki di konteks sosial yang berbeda. Tidak mudah untuk bergaul dengan mereka. Juga, merasa asing ketika ada sekelompok orang yang bercirikan seperti itu berada dalam satu grup.

Situasi berbeda bersama berjalannya waktu semenjak tinggal di Filipina. Lebih dari 6 tahun. 

Lewat penyesuaian diri dan kerap kali berhadapan konteks yang sama, pola pikir pun ikut berubah. Mereka tidak boleh dianggap sebagai orang asing, tetapi mereka adalah bagian dari kehidupan sosial kita. Sulit dipahami, namun mereka adalah bagian dari konteks sosial yang seyogianya diterima sebagaimana adanya diri mereka. 

Jadi, keterbukaan atas keberadaan mereka merupakan cara agar mereka tidak merasa risih untuk bergaul dengan mereka. Membuka diri itu nampak lewat mau berbicara dengan mereka sebagaimana adanya mereka. 

Juga, berani untuk mendengarkan mereka. Banyak pengetahuan yang bisa hadir lewat cerita-cerita mereka. Terutama, kisah-kisah mereka saat berada di lingkup sosial. 

Pernah di suatu waktu, saya berbicara dengan sekelompok kaum gay. Tiga orang. Mereka berbicara tentang penolakan di dalam keluarga mereka. Dua di antaranya awalnya ditolak keberadaan mereka di tengah keluarga. 

Penolakan yang memberikan rasa sakit batin. Perlahan mereka diterima dan diakui. Akan tetapi itu pun butuh waktu. Karena ini, seorang pun menghaturkan syukur karena orangtuanya tidak melihat jati dirinya itu sebagai sesuatu yang dipersoalakan di dalam keluarga. 

Kaum LGBT merupakan bagian dari konteks sosial. Keberadaan mereka merupakan realitas sosial yang tidak boleh dihindarkan dan ditolak. Malah ini menjadi kesempatan bagi kita untuk menghormati dan menghargai diri mereka sebagaimana adanya mereka.

Lantas, kalau ada kaum LGBT yang mengungkapkan perasaannya kepada Anda? Apa tanggapan Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun