Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Malam Pertama

12 Januari 2021   20:11 Diperbarui: 12 Januari 2021   20:27 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Psychology Today.com

Aroma anggur masih melekat di bibirku. Entah berapa tegukan mengalir ke tenggorokanku. Aku tak peduli.

Yang kupedulikan hanya sukacita. Sukacita di balik ikrar janji kami di hadapan altar gereja pagi tadi. Akhirnya, hari yang telah direncanakan menjadi nyata. 

"Apa yang disatukan manusia tidak boleh diceraikan manusia!" 

Kata-kata pastur dalam kotbahnya pagi ini. Kata-kata ini pun kerap dikutip oleh beberapa orang yang diminta untuk memberikan peneguhan dalam acara resepsi. Diulang beberapa kali, namun sukacita hari itu tak terkira. 

Sukacita itu mengalir tidak saja di antara keluarga kami. Juga kepada teman-teman kami berdua. Teman-teman kami memberikan suasana yang berbeda. Anggur menjadi teman yang mewarnai sukacita kita kami hingga malam menjemput.

Malam yang kian larut memisahkan kami. Satu demi satu, teman-teman kami pergi. Tertinggal aku, dia, dan keluarganya.

Keluarganya juga nampak kelelahan. Mereka juga pergi ke kamar mereka. Pun, aku dan dia pergi ke kamar yang masih didekor dengan pink. Warna kesukaanku dan kesukaannya.

Malam itu. Malam pertama. Pertama kali aku akan berada di sampingnya. Pertama kali berada dengan seorang laki-laki.

Tentang malam pertama, banyak kisah yang masuk ke pikiranku. Baik itu lewat bahan bacaan, maupun lewat cerita teman-teman. Malam pertama, malam yang perlu dikenang.

Pintu sudah tertutup. Hanya kami berdua di ranjang yang berspreikan pink. Tak banyak kata terucap dari bibirku. Aku tampak diam. Sedikit agak gugup.

Dia datang. Langsung berbaring di sampingku. Juga nampak membisu. Entah apa yang dipikirkan. "Entahkah dia mengetahui isi pikiranku?" "Apa yang dipikirkan?"

"Aku sudah lelah," katanya datar.

"Kita tidur. Esok masih banyak pekerjaan yang harus terselesaikan," katanya datar.

"Inikah malam pertama?" pikirku.

Ternyata tak sesuai dengan apa yang kubaca dan kudengar selama ini. Tidak sesuai dengan kenyataan.

"Ya," jawabku sembari menanti kecupan ketiga setelah kecupan pertama di gereja dan di acara resepsi senja ini. Namun, tak ada.

Rupanya lelap begitu bersahabat dengan tubuh kami. Rasa lelah membawa kami pada alam mimpi di malam pertama.

***

Malam pertama yang datar. Rupanya bukan saja malam pertama saja. Malam kedua hingga tiga bulan pernikahan kami. Tampak datar. Sekamar tetapi tak berelasi laiknya suami dan istri.

Beban batin tentu saja menghantuiku. Tak enak hati untuk membicarakan beban batinku itu kepada keluarga maupun teman-temanku. Apalagi usia pernikahan yang masih hijau.

Pastinya mereka juga akan bingung. Bagaimana mungkin aku tidak mengenal dia, suamiku yang kupacari selama dua tahun dengan baik. Mereka pasti bertanya seperti itu.

Aku lebih banyak diam dan membisu. Tidak bertanya banyak mengapa dia seperti itu. Rasa lembutnya lenyap bersama janji kami.

Dia juga nampak biasa-biasa saja. Keluar pagi ke tempat kerja. Kadang pulang malam dengan aroma alkohol di tubuhnya.

"Apakah dia mempunyai simpanan lain?" pikirku.

Kalau memang itu alasannya, pastinya pernikahan kami menjadi wajah yang paling buruk. Keluargaku bisa shock.

Apalagi keluargaku dikenal sebagai keluarga yang sangat menghormati pernikahan. Tidak ada kosa kata perceraian dalam keluarga besar kami. Menikah dengan satu orang yang sama seumur hidup mesti dipegang oleh setiap orang di dalam keluarga kami.

***

Empat bulang sudah kami menikah. Beban batinku sudah susah kutanggung.

Malam itu dia tampak mabuk. Alkohol begitu kuat merasuki tubuhnya. Tanpa berganti pakaian, dia langsung berbaring di sampingku. Lelap.

Dia termasuk seorang peminum alkohol. Mabuk tetapi sikapnya tetap kalem. Ini yang membuat banyak teman suka dengannya kalau mempunyai acara minum.

Dia begitu lelap. Phonenya menyala. Pesan masuk.

Tidak pernah aku menyentuh phonennya, pun sebaliknya. Walau kami sudah menikah, namun soal phone masih terbilang urusan pribadi.

Malam itu, niatku begitu kuat. Aku mau melihat phonenya. Barangkali jawaban akan situasiku di empat bulan terakhir berada di balik phone itu.

Tak kubuka pesan baru. Aku masuk ke ruang pesan di beberapa medsosnya. Tak ada yang aneh.

Aku mengecek di kolom foto. Aku begitu penasaran. Agak kaget. Begitu banyak foto dirinya dengan pria yang sama. Pria yang tak asing lagi denganku. Pria yang mempertemukan aku dengan dirinya.

Aku kian shock ketika beberapa foto terlihat agak aneh. Mereka bukan sekadar dekat sebagai teman. Akan tetapi, ada sesuatu yang bersembunyi di balik kedekatan itu.

Entahkah ini merupakan jawaban semenjak malam pertama. Empat bulan lalu. Malam itu rasaku membuyarkan rasa kantukku. Aku memilih merenung dan berpikir nasibku di balik dirinya yang begitu misterius.

Salam

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun