Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Terlambat Tegas dan Mati Gaya di Hadapan Rizieq Shihab

17 November 2020   20:13 Diperbarui: 17 November 2020   20:19 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi ketika Rizieq Shihab bertemu dengan simpatisannya. Sumber foto: ANTARA FOTO/ARIF FIRMANSYAH via Kompas.com

Simpatisan Rizieq Shihab memadati bandara internasional Soekarno-Hatta ketika RS pulang dari Arab Saudi pada 10 November lalu. Berita kedatangan dari Pendiri Front Pembela Islam (FPI) dinodai oleh kerumunan massa, kemacetan pada jalur menuju bandara, dan kerusakan pada beberapa fasilitas publik.

Kemacetan dan kerusakan fasilitas publik patut disesalkan. Semantara itu, kerumunan massa sulit dipungkiri bila menimbang pengaruh RS sebagai tokoh agama. RS terbilang sebagai sosok yang mempunyai simpatisan yang tidak sedikit.

Akan tetapi, situasi cukup disesalkan ketika hal itu berseberangan dengan apa yang sementara digencarkan pada situasi saat ini. Pandemi Korona. Mengapa hal itu tidak diantisipasi dengan cara-cara yang tegas? Misalnya, tidak membiarkan kerumunan massa terjadi.

Pandemi Korona mewajibkan masyarakat untuk patuh pada aturan kesehatan. Aturan itu berlaku untuk semua. Tidak pandang bulu. Aturan-aturan itu termasuk, menjaga jarak ketika berada bersama dalam satu kelompok. Acara-acara yang melibatkan banyak orang harus dibatasi dan bahkan diminta untuk dibatalkan.

Hanya satu tujuan dari seruan patuh menjaga protokol kesehatan ini. Agar tidak banyak kasus korona yang terjadi. Dengan kata lain, mengikuti protokol kesehatan berarti menjaga diri sendiri dan orang-orang di sekitar dari ketertularan Covid-19.

Kendati demikian, kehadiran dan keberadaan RS di beberapa kesempatan menyebabkan kerumunan massa. Banyak orang yang mengkritisi dan menyeruhkan langkah konkret pemerintah dalam menyikapi situasi itu. Toh, RS adalah warga negara yang juga mesti patuh pada aturan.  

Kritik kerumunan massa ini hanya berada pada level wacana. Tidak ada aksi lanjut yang membatasi dan melarang kerumunan massa lainnya setelah peristiwa di bandara.

Paling tidak, membatasi kerumunan massa yang sama sewaktu beliau tiba di tanah air aga tidak terjadi lagi pada waktu dan tempat yang berbeda. Boleh melakukan kegiatan, asalkan kegiatan itu benar-benar mengikuti protokol kesehatan.

Namun, hal itu tidak terjadi. Terbukti, pada situasi pernikahan anak dari RS. Kerumunan massa kembali terjadi. Pada situasi seperti ini, orang pun bertanya soal ketegasan pemerintah.

Apakah pemerintah tidak terlalu tegas? Ataukah, pemerintah mati gaya di hadapan RS?

Hanya setelah beberapa acara berlalu, suara pemerintah muncul dengan jelas. Mulai dari pihak kepolisian.

Pihak kepolisian berani mencopot beberapa petinggi kepolisian yang bersentuhan langsung dengan kerumunan massa karena kehadiran RS. Mereka dicopot karena dinilai gagal berlaku tegas dalam menindak orang-orang yang menciptakan kerumunan massa, termasuk kerumunan massa karena kehadiran RS.

Tidak sampai di situ, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan juga ikut dipanggil pihak kepolisian. Beliau diminta untuk menjelaskan tentang kerumunan pada pesta pernikahan dan perayaan Maulid Nabi di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat.  

Terlepas dari panggilan ini, hemat saya, kerumunan massa di bandara Soekarno-Hatta sebenarnya sudah bisa menjadi awal bagi pemerintah untuk mengantisipasi pelbagai kegiatan yang melibatkan RS. RS mempunyai pengikut yang tidak sedikit. Situasi ini perlu diantisipasi sedinih mungkin.

Apalagi, kepulangan RS juga dilatari oleh pernikahan puterinya. Namanya sebuah hajatan pernikahan, pastinya ada massa. Apalagi yang menikah adalah anak dari RS.

Bagaimana pun, kegiatan yang melibatkan RS bisa saja memberikan peluang untuk tercipta keramaian. Namun, terlihat pemerintah mati gaya untuk mencegat dan melarang aksi massa lainnya setelah insiden di bandara.

Mencermati hal ini, pemerintah seyogianya membatasi massa apabila pihak penyelenggara tidak mau menunda hajatan tersebut. Aturan harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Ketegasan pemerintah baru muncul setelah acara pernikahan. Terlihat terlambat.

Ketegasan yang terlambat dan mati gaya di hadapan RS?

Boleh jadi, ini soal pengaruh RS di mata masyarakat. Setelah lama berpisah, para simpatisannya tentu rindu untuk mendengar dan melihat langsung keberadaan lainnya.

Berlaku tegas tanpa mencermati situasi secara seksama hanya bisa menimbulkan ketegangan. Maka dari itu, situasi perlu dicermati sembari mencari solusi yang tepat.  

Walau pemerintah sudah berlaku tegas setelah beberapa kerumunan massa yang melibat RS, hemat saya, RS mempunyai pengaruh yang sangat besar.

Pengaruh ini menyebabkan seolah pemerintah mati gaya untuk menangkal arus massa untuk menyambut dan berada dengan RS. Ujung-ujungnya, pemerintah terlambat berlaku tegas untuk menindak siapa saja yang melanggar aturan. Dengan ini, efek RS terbilang besar untuk konteks politik tanah air. Setiap langkah harus dipertimbangkan secara matang.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun