Pihak kepolisian berani mencopot beberapa petinggi kepolisian yang bersentuhan langsung dengan kerumunan massa karena kehadiran RS. Mereka dicopot karena dinilai gagal berlaku tegas dalam menindak orang-orang yang menciptakan kerumunan massa, termasuk kerumunan massa karena kehadiran RS.
Tidak sampai di situ, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan juga ikut dipanggil pihak kepolisian. Beliau diminta untuk menjelaskan tentang kerumunan pada pesta pernikahan dan perayaan Maulid Nabi di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat. Â
Terlepas dari panggilan ini, hemat saya, kerumunan massa di bandara Soekarno-Hatta sebenarnya sudah bisa menjadi awal bagi pemerintah untuk mengantisipasi pelbagai kegiatan yang melibatkan RS. RS mempunyai pengikut yang tidak sedikit. Situasi ini perlu diantisipasi sedinih mungkin.
Apalagi, kepulangan RS juga dilatari oleh pernikahan puterinya. Namanya sebuah hajatan pernikahan, pastinya ada massa. Apalagi yang menikah adalah anak dari RS.
Bagaimana pun, kegiatan yang melibatkan RS bisa saja memberikan peluang untuk tercipta keramaian. Namun, terlihat pemerintah mati gaya untuk mencegat dan melarang aksi massa lainnya setelah insiden di bandara.
Mencermati hal ini, pemerintah seyogianya membatasi massa apabila pihak penyelenggara tidak mau menunda hajatan tersebut. Aturan harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Ketegasan pemerintah baru muncul setelah acara pernikahan. Terlihat terlambat.
Ketegasan yang terlambat dan mati gaya di hadapan RS?
Boleh jadi, ini soal pengaruh RS di mata masyarakat. Setelah lama berpisah, para simpatisannya tentu rindu untuk mendengar dan melihat langsung keberadaan lainnya.
Berlaku tegas tanpa mencermati situasi secara seksama hanya bisa menimbulkan ketegangan. Maka dari itu, situasi perlu dicermati sembari mencari solusi yang tepat. Â
Walau pemerintah sudah berlaku tegas setelah beberapa kerumunan massa yang melibat RS, hemat saya, RS mempunyai pengaruh yang sangat besar.