Belum genap setahun pemerintah Jokowi-Maruf, isu resuffle mencuat ke ruang publik. Diskusi politik pun berkutat mengenai siapa-siapa saya yang bisa menjadi korban dan sekaligus yang bisa masuk ke dalam tubuh kabinet. Motif kepentingan politik pun sangat melekat di balik diskusi itu. Â
Wacana reshuffle ini ditenggarai oleh kemarahan Jokowi kepada beberapa anggota kabinetnya. Anggota kabinetnya itu dinilai tidak optimal dalam menjalankan tugas mereka di tengah masa krisis pandemi (Kompas.com 29/6/20).
Bagaimana pun, perombakan kabinet bisa menjadi salah satu solusi untuk mendongkrak dan memperbaiki kerja pemerintahan. Yang tidak lagi optimal bekerja seyogianya diganti oleh sosok-sosok yang mau bekerja dengan baik untuk pemerintah. Kecuali kalau anggota kabinet memperbaiki performa mereka ketika mereka tetap diberikan kesempatan.Â
Sejauh ini, isu perombakan kabinet hanyalah sebatas wacana. Tidak terjadi. Pemerintahan Jokowi-Maruf pun akan memasuki masa usia setahun.Â
Masa usia ini masih terbilang singkat. Tinggal 4 tahun bagi seorang Jokowi untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai pemimpin RI. 4 tahun ini terasa spesial bagi Jokowi. Pasalnya, ini merupakan periode terakhir bagi Jokowi.Â
Beban politik untuk terpilih lagi tidak mengikat seorang Jokowi. Langkahnya sebagai seorang pemimpin bahkan bisa bersebrangan dengan suara partai politik apabila jalan itu bisa lebih memberikan kontribusi yang menguntungkan bagi pemerintahan.Â
Memang terasa sulit melepaskan diri dari partai politik. Apalagi, kalau orang-orang yang dipercayai banyak berasal dari kalangan partai. Jadinya, langkah kebijakan dan keputusan juga bisa bersentuhan dengan arah kepentingan politik.Â
Masa setahun merupakan masa yang perlu direfleksikan. Masa yang cukup sulit bagi Jokowi. Kesulitan yang paling utama adalah dari situasi pandemi yang sementara dihadapi oleh banyak negara.
Tak heran, kemarahan Jokowi pada performa para anggota kabinetnya di tengah masa krisis pandemi sangatlah beralasan. Situasi krisis pandemi sangat mengeruk energi dan materi negara. Kalau engergi tidak digerakan dengan optimal dan materi hanya diselewengkan, jadinya penanganan krisis berjalan mandek dan tidak menemukan solusi.Â
Maka dari itu, apabila performa anggota kabinet belum meningkat, barangkali Jokowi perlu melihat isu reshuffle. Toh, Jokowi sudah pernah melakukan reshuffle sewaktu di perionde I kepemimpinannya.
Memang tidak gampang untuk melakukan reshuffle di tengah situasi krisis. Apalagi kalau orang baru datang tidak menjawabi tantangan yang dihadapinya. Jadinya, bukannya membawa solusi, pemerintah malah berhadapan dengan persoalan demi persoalan. Â