Daripada mengungsi ke teman di kamar tetangga, lebih tetap melanjutkan tidur. Mengunsi berarti siap menerima olokan di keesokan harinya karen takut tidur sendiri.
Setelah beberap menit bergejolak dengan perasaan yang tak jelas, rasa kantuk kembali hinggap. Belum beberapa menit, bayangan putih itu kembali hadir. Dia membuka pintu dan seolah langsung menuju tempat tidur saya. Saya kembali kaget.Â
Rasa takut tak terbendung lagi. Lebih baik siap menerima olokan daripada tidur dipenuhi ketakutan. Mengunsi ke kamar teman akrab menjadi pilahan. Rupanya, teman ini juga belum tidur. Agak takut bukan karena mimpi, tetapi karena bunyi air dari kamar mandi yang tidak bisa tidur. Terkesan horor baginya.Â
Teman ini mengiakan untuk membagi kamar dengannya. Lelap tak terhindarkan karena rasa lelah yang sudah tak terbendung.Â
Mimpi semalam tetap menjadi pengalaman yang sulit tak terbendung. Pikiran saya masih berkutat dengan sosok berjubah putih yang memasuki kamar saya.Â
Seperti biasa, kegiatan pagi kami diawali kegiatan rohani. Pengasuh rumah sekaligus pemuka agama memimpin kami dalam kegiatan rohani. Setelah membacakan Sabda Tuhan, beliau memberikan renungan singkat.Â
Dalam renungan singkatnya, beliau berkisah tentang sejarah rumah ini. Dalam kisahnya itu, dia juga berkisah tentang sosok yang sangat berjasa membangun rumah itu. Seorang Pastor asal Jerman.
Menurutnya, bertahun-tahun beliau menjadi pengasuh rumah itu. Hari di mana kami tiba di rumah itu merupakan peringatan kematiannya. Hingga di suatu hari, beliau ditemukan meninggal dunia di kamarnya. Kamar 111. Sampai saat ini, nomor kamarnya belum diubah.Â
Ketika melihat nomor di gantungan kunci, saya begitu terkejut. Tertulis nomor 111. Saya begitu shock dan ingin segera meninggalkan ruangan doa dan pergi menjauh dari rumah itu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H