Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Antara Sakit Jiwa Karena Beban Batin Ataukah Disantet?

10 Oktober 2020   19:38 Diperbarui: 10 Oktober 2020   19:43 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejauh pengamatan pribadi, gejala sakit jiwa karena persoalan dan disantet persis sama. Kesamaan paling utama adalah kehilangan kesadaran dari korban. Baik itu sakit mental maupun disantet, korban kerap tidak menyadari dirinya, orang-orang yang berada di sekitar, dan apa yang terjadi pada dirinya. Pendeknya, dia hidup bukan sebagaimana dirinya sendiri. 

Akan tetapi, tidak jarang terjadi orang terjebak pada kesalahpahaman pada dua situasi ini. Alih-alih berpikir bahwa seseorang sementara disantet, padahal yang bersangkutan mengalami sakit mental karena beban batin. Begitu pun sebaliknya.

Sakit mental biasanya terjadi dan bermula dari dalam diri korban. Ada persoalan dan beban batin yang menghantui seseorang hingga mentalnya tidak kuat memikulnya. Sebagai akibat, dia bereaksi tak jelas laiknya seperti mengalami kerasukan setan. Atau juga, korban berhadapan dengan luka batin yang tidak disembuhkan. Akumulasi luka batin yang tidak diolah berujung pada persoalan mental. 

Pernah saya melihat hal ini. Korbannya seorang siswi SMP. Menurut teman-temannya, dia tiba-tiba berontak dan berteriak di ruang kelas. Sontak saja, semua orang bereaksi bahwa dia kerasukan setan. Maka yang paling pertama dipanggil adalah pemuka agama.

Bukannya sembuh, siswi ini malah pingsan. Lalu, dia diantar ke rumah sakit. Ternyata dia menderita penyakit lambung. Tidak makan sejak malam sebelumnya hingga sebelum pergi ke sekolah. Dia pingsan karena fisiknya lemah.

Lantas pihak guru coba mengklarifikasi lebih jauh situasinya. Termasuk persoalan tidak makan. Menurutnya, dia stress karena dia gagal di salah satu subjek di kelas.

Siswi ini sangat berharap kalau dengan subjek itu dia bisa berada pada deretan siswa yang berprestasi. Gara-gara terlalu memikirkan hasil belajar, siswa ini tertimpa beban. Ujung-ujungnya stress dan berlaku tidak normal.

Semenjak itu, para guru mulai selektif. Ketika ada yang tiba-tiba pingsan di sekolah, para guru berkesimpulan bahwa siswa dan siswi tidak sarapan. Tidak lagi kerasukan setan. Atau pun, diguna-gunai.

Dengan ini, reputasi sekolah bisa terjadi. Sangat sulit dibayangkan kalau disantet atau diguna-gunai. Pastinya, banyak orang yang berpikir dua kali untuk mendaftarkan anak mereka ke sekolah tersebut.  

Masalah mental kerap mempengaruhi kegiatan fisik. Kurang konsentrasi. Hilang nafsu makan. Tidak bisa tidur. Ini adalah beberapa akibat dari persoalan mental. Maka dari itu, tidak boleh anggap enteng pada persoalan mental yang terjadi.

Karena masalah-masalah yang sulit dihadapi sendiri, seseorang bisa kehilangan kesadaran. Lupa diri dan sesama di sekitar mereka. Pada titik seperti ini, sebenarnya perlu penanganan yang sangat serius agar bisa menghapus akar dari persoalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun