Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Prabowo Belum Berkomentar tentang Omnibus Law?

10 Oktober 2020   12:15 Diperbarui: 10 Oktober 2020   12:26 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Sumber foto: Antara Foto/ Sigid Kurniawan via Kompas.com

Semenjak Prabawo Subianto masuk kabinet Jokowi jilid II, beliau dan partainya, Gerindra kelihatan dekat dengan partai penguasa, terlebih khusus PDI Perjuangan. Kedekatan Gerindra dan PDIP bukanlah hal baru.

Mereka sudah pernah menjalin relasi politik yang cukup lama. Akan tetapi, sejak perbedaan pilihan dalam kontestasi politik di Pilpres, Gerindra dan PDIP seolah berpisah. Perpisahan itu ditandai silang pendapat di antara kader partai. 

Dinamika politik berubah. Gerindra dan PDIP kembali mesrah. Ini ditandai dengan langkah Jokowi merekrut Prabowo sebagai bagian dari kabinetnya di periode ke-2 kepemimpinnya.

Prabowo tidak hanya dipercayakan untuk memegang kendali departemen Pertahanan RI. Pada beberapa bulan terakhir, beliau juga diminta untuk menangani urusan pangan nasional, terlebih khusus urusan singkong.

Pemilihan ini bisa lekat dengan motif politik. Tidak gampang menentukan seseorang dari jabatan menteri pertahanan pada lanskap kerja yang bukan bidangnya. Boleh saja, Jokowi menentukan Prabawo karena beliau percaya pada kapasitasnya sebagai politikus atau juga restu Jokowi bagi Prabowo untuk menjadi pemimpin setelah dirinya.

Prabowo terlihat adem ketika berada di kabinet Jokowi. Suara-suara kritis kepada pemerintahan pun terdengar sepi dari Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabawo. Termasuk, suara dan sikap Prabowo pada Undang-undang Cipta Kerja. Di DPR, Gerindra searah dengan PDIP dan partai-partai lainnya. Ini bisa saja menandakan bahwa sebagai ketua umum Prabowo sepakat dengan UU Cipta Kerja.

Jadinya, Partai Demokrat dan PKS seolah tidak berdaya di balik kepungan banyak partai yang mendukung UU cipta kerja. Barangkali beda skenario kalau Gerindra masih berada di luar pintu pemerintahan seperti Partai Demokrat dan PKS.  

Dukungan partai Gerindra pada UU Cipta Kerja bisa tidak lepas dari kedekatan mereka dengan pemerintah. Bagaimana pun, akan sangat sulit bagi Gerindra menolak UU Cipta Kerja, sementara para anggota mereka berada di pemerintahan, termasuk Ketum partai.  

Bahkan Menteri  Kelautan dan perikanan yang sekaligus Kader Gerindra, Edhy Prabowo menyatakan bahwa Omnibus Law sangat dinantikan oleh para nelayan (Tempo.co 8/10/20). Kesetujuan Edhy Probowo ini berdasar pada dampak dari UU Cipta Kerja pada iklim usaha yang melibatkan para nelayan.  

Sikap Prabowo Subianto sementara dinantikan. Karena tidak keluar suara, itu tentu memantik pelbagai pertanyaan dari banyak pihak. Melansir berita dari Tribunnews.com (9/10/20), direktur Charta Politika Yunarto Wijaya bertanya-tanya tentang sikap Ketua Umum Parta Gerindra Prabowo pada UU Cipta Kerja.

Walau ada belum suara dari Prabowo, Fadli Zon yang merupakan anggota DPR dari fraksi Gerindra ikut mengritik UU cipta Kerja. Suara Fadli Zon belum tentu mewakili Partai Gerindra umumnya.

Terlepas dari suara Fadli Zon, tentunya publik ingin tahu sikap Prabowo. Pada satu sisi, cukup dilematis untuk bersuara ketika beliau sudah berada pada satu perahu dengan pemerintah. Daripada tenggelam karena keluar dari perahu, lebih baik berdiam aman sembari menanti ke mana arah perahu itu pergi.

Selain itu, ikut menolak UU Cipta Kerja seperti yang dilakukan oleh Partai Demokrat dan PKS bisa saja mempengaruhi peluang Prabowo di Pilpres 2024. Secara matematis, barangkali Prabowo berpikir bahwa berada satu tempat dengan Partai Demokrat dan PKS tidak memberikan keuntungan politis. Malah bisa menjauhkan dirinya dari partai-partai besar seperti PDIP, Golkar, PKB, dan Nasdem.

Sebaliknya, tetap berada satu perahu dengan partai-partai penguasa, bisa memberikan keuntungan bagi partai Gerindra. Bukan tidak mungkin, kesepakatan ini pun bisa terarah pada satu suara dari partai-partai itu bagi Prabowo di Pilpres 2024.

Selain itu, barangkali Partai Gerindra sepakat dengan apa yang tertuang dalam UU Cipta Kerja. Sebagaimana yang disampaikan oleh kader Partai Gerindra yang menjabat sebagai Menteri Perikanan dan Kelautan RI. Omnibus Law memberikan keuntungan bagi para nelayan. Dengan ini, Gerindra tidak melihat perbedaan politik, tetapi substansi dari UU Cipta Kerja. 

Selain itu, bukan tidak mungkin, Gerindra bisa menjadi partai penguasa. Poin-poin positif yang dihadirkan dalam UU Cipta Kerja bisa menguntungkan kerja Gerindra bila kelak partai yang didirikan oleh Prabowo ini memegang kendali pemerintahan.

Untuk saat ini, sikap diam Prabowo merupakan cerminan posisinya. Sudah satu perahu dengan pemerintah. Apalagi saat berada di dalam perahu itu, Prabowo mempertimbangkan kepentingan politis, baik itu untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun