Terlepas dari suara Fadli Zon, tentunya publik ingin tahu sikap Prabowo. Pada satu sisi, cukup dilematis untuk bersuara ketika beliau sudah berada pada satu perahu dengan pemerintah. Daripada tenggelam karena keluar dari perahu, lebih baik berdiam aman sembari menanti ke mana arah perahu itu pergi.
Selain itu, ikut menolak UU Cipta Kerja seperti yang dilakukan oleh Partai Demokrat dan PKS bisa saja mempengaruhi peluang Prabowo di Pilpres 2024. Secara matematis, barangkali Prabowo berpikir bahwa berada satu tempat dengan Partai Demokrat dan PKS tidak memberikan keuntungan politis. Malah bisa menjauhkan dirinya dari partai-partai besar seperti PDIP, Golkar, PKB, dan Nasdem.
Sebaliknya, tetap berada satu perahu dengan partai-partai penguasa, bisa memberikan keuntungan bagi partai Gerindra. Bukan tidak mungkin, kesepakatan ini pun bisa terarah pada satu suara dari partai-partai itu bagi Prabowo di Pilpres 2024.
Selain itu, barangkali Partai Gerindra sepakat dengan apa yang tertuang dalam UU Cipta Kerja. Sebagaimana yang disampaikan oleh kader Partai Gerindra yang menjabat sebagai Menteri Perikanan dan Kelautan RI. Omnibus Law memberikan keuntungan bagi para nelayan. Dengan ini, Gerindra tidak melihat perbedaan politik, tetapi substansi dari UU Cipta Kerja.Â
Selain itu, bukan tidak mungkin, Gerindra bisa menjadi partai penguasa. Poin-poin positif yang dihadirkan dalam UU Cipta Kerja bisa menguntungkan kerja Gerindra bila kelak partai yang didirikan oleh Prabowo ini memegang kendali pemerintahan.
Untuk saat ini, sikap diam Prabowo merupakan cerminan posisinya. Sudah satu perahu dengan pemerintah. Apalagi saat berada di dalam perahu itu, Prabowo mempertimbangkan kepentingan politis, baik itu untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI