Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

3 Cara Menerima Perbedaan dalam Komunitas Multibudaya

29 September 2020   09:00 Diperbarui: 30 September 2020   15:33 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sudah mulai masuk dalam sebuah komunitas yang multibudaya sejak SMP di komunitas sekolah berasrama. Komunitas ini terdiri dari individu yang berasal dari pelbagai latar belakang yang berbeda. Salah satu perbedaan kami itu terletak pada bahasa.

Sebagian besar dari kami berasal dari wilayah yang berbahasa Manggarai. Waktu itu, Manggarai belum terbagi ke dalam 3 kabupaten sebagaimana saat ini. Namun, ada teman kelas yang berasal dari kabupaten-kabupaten tetangga di Provinsi NTT.

Dengan mereka ini, kami harus berbahasa Indonesia. Tanpa berbahasa Indonesia, komunikasi bisa mandek. Bahkan itu bisa menciptakan kesalahpahaman antara satu sama lain.  

Kalau dihitung-hitung hingga hari ini, sudah lebih dari 20-an tahun saya hidup dalam sebuah komunitas multibudaya. Saat ini, saya tinggal di sebuah komunitas yang terdiri dari beberapa orang Filipina, Italia, Amerika Serikat, dan Polandia. Bahasa Inggris menjadi bahasa pemersatu yang bisa menghidupi komunitas kami.

Dari sekian tahun menjalani hidup dalam sebuah komunitas, paling tidak saya menyadari bahwa hidup berkomunitas bukan saja momen untuk menerima persamaan, tetapi juga mengakui perbedaan di antara kami.

Tidak Hanya Menerima Persamaan

Umumnya, kita merasa nyaman ketika bertemu dengan teman-teman seasal. Apalagi kalau berbahasa yang satu dan sama. Dengan ini, komunikasi menjadi lancar. Relasi bisa terjalin erat.

Namun, situasi ini bukanlah hal yang baik untuk sebuah komunitas yang multibudaya. Ini bisa menjadi salah satu tantangan dalam membangun sebuah komunitas.

Seorang teman pernah bercerita tentang pengalamannya hidup dalam sebuah komunitas. Dia mau belajar bahasa Ilokano, salah satu bahasa yang umumnya dipakai di bagian Utara Filipina.

Akan tetapi, anggota komunitasnya lebih berbahasa Tagalog, bahasa yang dipahami secara umum di Filipina. Teman ini tidak memahami Tagalog. Jadinya, dia menjadi susah belajar bahasa Ilokano di komunitas itu.  

Maka seorang teman asal Filipina menanyai dia tentang perkembangan belajar bahasa Ilokanonya. Dia menjawab, bagaimana mungkin bisa belajar Ilokano, sementara anggota komunitasnya tidak menggunakan bahasa Ilokano dalam berkomunikasi. Makanya, perkembangan belajar bahasanya menjadi mandek.

Hanya menerima persamaan di sebuah komunitas bisa menimbulkan ketimpangan dalam relasi di komunitas. Bisa saja, yang berbeda budaya akan mencurigai orang dari budaya lain hanya karena bahasa yang dipakai. Maka dari itu, kita perlu keluar dari persamaan itu, sambil berupaya untuk mengakui perbedaan di antara satu sama lain.

Cara Menerima Perbedaan di antara Satu Sama Lain

Sejauh yang saya alami, paling tidak ada tiga cara agar menerima perbedaan di komunitas.

Pertama, memakai bahasa yang dipahami bersama anggota komunitas.

Soal berbahasa sangatlah penting. Ini bukan hanya menyangkut kosa kata. Akan tetapi, ini juga menyangkut cara berkomunikasi dengan orang-orang yang berlatar belakang

Cara berkomunikasi itu, misalnya, dalam rupa memberikan pertanyaan. Ada pertanyaan yang dirasa sangat lumrah untuk budaya tertentu.

Akan tetapi, ada beberapa konteks budaya, mereka merasa sensitif dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Kalau tidak memahami cara berkomunikasi dengan baik, kita bisa membuat orang dari budaya lain tersinggung. Atau juga, kita menjadi tersinggung dengan reaksi dari mereka.

Maka dari itu, kita perlu belajar cara berkomunikasi dengan bahasa yang tepat dan benar. Juga kita perlu menggunakan bahasa yang dipahami semua anggota komunitas.

Kedua, tidak boleh membuat perbandingan yang salah antara budaya kita dengan budaya orang lain.

Dalam hidup berkomunitas, kita akan menjumpai pelbagai perbedaan. Perbedaan ini kerap membawa kita pada perbandingan. Kita mulai membandingkan budaya yang dimiliki oleh satu orang anggota komunitas dengan apa yang kita miliki.

Persoalannya, saat perbandingan itu malah membuat kita menilai jelek dan mengganggap remeh perbedaan yang dimiliki oleh anggota komunitas. Kita menilai bahwa apa yang kita miliki lebih tinggi dan mulia daripada apa yang dimiliki oleh orang lain.

Agar tidak masuk pada sikap menganggap remeh budaya lain, kita perlu merem diri dari perbandingan. Sebaliknya, kita perlu menerima perbedaan itu sebagaimana adanya. Kita juga perlu belajar dari perbedaan itu.

Ketiga, belajar budaya orang lain sebagaimana kita belajar budaya kita.

Bagaimana pun, budaya kita tidaklah superior dari budaya orang lain, begitu pun sebaliknya. Dengan ini, kita perlu menjadikan budaya orang lain sebagai medium untuk belajar. Kita belajar budaya orang lain di dalam hidup berkomunitas.

Ketika mempelajari budaya sesama anggota komunitas, kita bisa tiba pada pemahaman tertentu tentang identitas dan tingkah laku seseorang. Dengan kata lain, saat kita belajar budaya yang dimiliki oleh seseorang, kita pun memahami tentang cara hidup mereka.

Misalnya, budaya kumpul bersama yang dimiliki oleh orang Manggarai. Biasanya, ketika kami sesama Manggarai, kami suka berkumpul bersama.

Ini sudah menjadi hal yang lumrah dijumpai di Manggarai. Hal ini pun terus dilanjutkan ketika berada di dalam komunitas yang didominasi oleh orang Manggarai.

Ketika tidak memahami konteks budayanya, orang bisa terjebak pada pandangan yang salah. Namun, ketika belajar konteks budayanya, seseorang bisa memahami cara hidup tersebut. Pemahaman itu bisa mengantarkan seseorang pada penerimaan.

Begitu pun, cara hidup dari teman-teman sekomunitas yang berasal dari budaya berbeda. Agar kita tidak terjebak pada pandangan yang salah, kita perlu belajar budaya mereka sebagaimana kita mempelajari budaya kita.

Hidup berkomunitas bukanlah perkara gampang. Ini karena perbedaan yang melekat pada setiap anggota komunitas.

Maka dari itu, hidup berkomunitas mesti selalu diwarnai oleh proses belajar di antara satu sama lain. Dengan itu, kita bisa sampai pada level pemahaman dan penerimaan di antara satu sama lain di dalam hidup berkomunitas.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun