Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

59 Negara Tolak Indonesia, Apa Langkah Presiden Jokowi?

9 September 2020   20:43 Diperbarui: 9 September 2020   20:30 2207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi. Sumber foto: Kompas TV

Pandemi korona menghadirkan pelbagai dampak. Dampaknya bukan saja pada aspek kesehatan, tetapi juga pada aspek ekonomi dan sosial.

Dari sisi kesehatan, kita bisa melihat banyaknya kasus yang ditemukan setiap hari semenjak kasus pertama di Indonesia. Kita mungkin berharap agar berbarengan dengan kebijakan new normal beberapa waktu lalu, situasi pandemi juga berangsur membaik. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi seperti yang diharapkan.

Hari ini saja (9/9) tambahan kasus di Indonesia ada 3307 kasus. Sejauh ini, total kasus Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 203.342 kasus. Dari jumlah kasus itu, yang dinyatakan sembuh adalah 145.200 pasien.

Dari sisi ekonomi, kita mendapatkan banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan tempat usaha yang harus gulung tikar. Bahkan beberapa negara sudah masuk jurang resesi. Indonesia juga terancam masuk jurang yang sama.

Sementara itu, pada sisi sosial, kita bisa melihatnya dalam relasi sosial antara pasien Covid-19 dengan masyarakat yang tidak terpapar pada umumnya. Ketika sebuah kasus ditemukan di sebuah lingkungan, identitas dari pasien kerap dirahasiakan. Para petugas medis juga mendapat diskriminasi di lingkungan sosial di mana mereka tinggal.

Dengan ini, pandemi menciptakan gap antara satu sama lain. Ketika sebuah tempat sudah terpapar kasus korona, serentak orang-orang yang berada di tempat sekitar merasa cemas. Tempat itu menjadi terisolasi.

Orang-orang menjadi takut menuju ke tempat itu, dan begitu pun sebaliknya orang-orang yang berasal dari tempat itu seolah ditolak kehadiran mereka.

Bulan lalu, saya merencanakan membuat pertemuan dengan beberapa orang masyarakat. Mereka ini berasal dari tujuh desa.

Pertemuan tersebut batal. Pembatalannya terjadi hanya karena salah satu dari tujuh desa sudah terpapar kasus korona. Padahal hanya satu orang yang dinyatakan positif, sementara yang lainnya dinyatakan sehat.

Teman-teman yang lain menolak untuk melakukan pertemuan karena takut kalau yang hadir dari desa itu sudah terpapar virus korona. Jadinya, pertemuan dibatalkan karena berpikir jika covid-19 sudah mengenai semua orang yang tinggal di desa tersebut.

Saya melihat di sini bahwa pandemi menciptakan gap dalam relasi sosial. Relasi sosial menjadi tidak nyaman.

Dari sisi sosial pula, kita memerhatikan jika negara Indonesia seolah menjadi masuk daftar merah dari 59 negara. Warga negara Indonesia tidak boleh masuk ke negara tersebut (Kompas TV.com 8/9/20).

Konsekuensinya juga, warga negara dari 59 negara itu bisa saja tidak boleh masuk atau berkunjung ke Indonesia untuk tujuan wisata atau berkunjung.

Jumlah negara ini terbilang banyak. Hal ini menjadi catatan serius bagi pemerintahan Jokowi.

Padahal, pemerintah sudah menyatakan untuk membuka dunia pariwisata. Menjadi tidak bermanfaat ketika pariwisata dibuka untuk publik, tetapi sepi pengunjung terutama dari wisatawan luar negari.

Malahan, hal ini membawa kerugian. Pasalnya, uang untuk operasi menjalankan bisnis tidak dibarengi dengan pendapatan yang masuk.

Keputusan 59 negara yang menutup pintu bagi warga negara Indonesia menciptakan ketidaknyamanan. Secara tidak langsung, kita dinilai secara negatif. Dalam mana, kehadiran kita menjadi ancaman bagi warga negara lain.

Inilah dampak yang harus dihadapi ketika kasus Covid-19 terus bertambah. Konsekuensi lainnya bisa juga pada soal relasi Indonesia ke luar negeri.

Pada titik ini, saya sejalan dengan pandangan Komisi I DPR. Intropeksi penanganan program penanggulangan COvid-19 menjadi catatan penting (CNN Indonesia 9/9/20). Kalau tidak terjadi, hal ini bisa memengaruhi ekonomi bangsa dan mencederai martabat kita sebagai bangsa.

Siapa pun pastinya tidak nyaman ketika kehadirannya ditolak. Maka dari itu, perlu mengevaluasi dan kalau boleh mengubah cara dalam penanganan Covid-19. Kalau dibiarkan berlarut-larut, bukan saja 59 negara yang menolak Indonesia, tetapi jumlahnya bisa bertambah.

Di dalam negeri saja, kita masih mendapatkan orang-orang saling menolak ketika terjadi kasus. Apalagi dalam konteks sebagai sebuah negara.

Pastinya, banyak negara ingin melindungi warga negara mereka. Karena ini, mereka tidak ingin terjebak pada situasi yang tidak nyaman hanya karena kehadiran dari pengunjung yang terpapar virus korona.

Presiden Jokowi sudah berupaya untuk mengendalikan efek dari pandemi korona. Namun, kerap kali upaya ini tidak dibarengi dengan tanggapan masyarakat. Terbukti di beberapa hari terakhir.

Sewaktu melakukan pendaftaran di Pilkada, tidak sedikit calon dan pendukungnya yang tidak mematuhi aturan. Mencermati situasi ini, langkah dari pusat tidak dibarengi dengan mentalitas masyarakat. Dengan kata lain, upaya Presiden Jokowi tidak dibarengi dengan situasi di tengah masyarakat.

Maka dari itu, Presiden Jokowi bisa mengambil langkah yang lebih tegas. Ataukah, jalan yang bisa menghadirkan efek jera bagi masyarakat yang tidak patuh pada protokol kesehatan.

Barangkali Presiden Jokowi juga tidak nyaman dengan situasi yang terjadi. Memang situasinya cukup dilematis, antara ekonomi dan kesehatan. Namun, melihat fakta yang terjadi, rupanya kesehatan tidak boleh dianggap enteng. Apalagi menempatkan kesehatan di bawah aspek ekonomi. Keduanya harus diimbangkan.

Penolakan dari 59 negara menunjukkan jika mereka mempertimbangkan dari aspek kesehatan. Mereka tidak peduli apakah ekonomi Indonesia dalam kondisi kondusif ataukah tidak.

Yang dipedulikan adalah aspek kesehatan. Maka dari itu, mungkin Presiden Jokowi perlu memikirkan langkah yang strategis agar penolakan demi penolakan dari pelbagai tidak terjadi, tetapi negara-negara malah kembali membuka pintu untuk Indonesia.

Barangkali Presiden Jokowi tidak nyaman dengan penolakan ini. Di balik ketidaknyamanan ini, sekiranya ada solusi yang tepat sasar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun