Dari sisi sosial pula, kita memerhatikan jika negara Indonesia seolah menjadi masuk daftar merah dari 59 negara. Warga negara Indonesia tidak boleh masuk ke negara tersebut (Kompas TV.com 8/9/20).
Konsekuensinya juga, warga negara dari 59 negara itu bisa saja tidak boleh masuk atau berkunjung ke Indonesia untuk tujuan wisata atau berkunjung.
Jumlah negara ini terbilang banyak. Hal ini menjadi catatan serius bagi pemerintahan Jokowi.
Padahal, pemerintah sudah menyatakan untuk membuka dunia pariwisata. Menjadi tidak bermanfaat ketika pariwisata dibuka untuk publik, tetapi sepi pengunjung terutama dari wisatawan luar negari.
Malahan, hal ini membawa kerugian. Pasalnya, uang untuk operasi menjalankan bisnis tidak dibarengi dengan pendapatan yang masuk.
Keputusan 59 negara yang menutup pintu bagi warga negara Indonesia menciptakan ketidaknyamanan. Secara tidak langsung, kita dinilai secara negatif. Dalam mana, kehadiran kita menjadi ancaman bagi warga negara lain.
Inilah dampak yang harus dihadapi ketika kasus Covid-19 terus bertambah. Konsekuensi lainnya bisa juga pada soal relasi Indonesia ke luar negeri.
Pada titik ini, saya sejalan dengan pandangan Komisi I DPR. Intropeksi penanganan program penanggulangan COvid-19 menjadi catatan penting (CNN Indonesia 9/9/20). Kalau tidak terjadi, hal ini bisa memengaruhi ekonomi bangsa dan mencederai martabat kita sebagai bangsa.
Siapa pun pastinya tidak nyaman ketika kehadirannya ditolak. Maka dari itu, perlu mengevaluasi dan kalau boleh mengubah cara dalam penanganan Covid-19. Kalau dibiarkan berlarut-larut, bukan saja 59 negara yang menolak Indonesia, tetapi jumlahnya bisa bertambah.
Di dalam negeri saja, kita masih mendapatkan orang-orang saling menolak ketika terjadi kasus. Apalagi dalam konteks sebagai sebuah negara.
Pastinya, banyak negara ingin melindungi warga negara mereka. Karena ini, mereka tidak ingin terjebak pada situasi yang tidak nyaman hanya karena kehadiran dari pengunjung yang terpapar virus korona.