Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Nama Temanku Berarti Alat Vital Wanita dalam Bahasa Daerah Kami

2 September 2020   17:20 Diperbarui: 2 September 2020   17:21 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pexel.com

Masih ingat tentang situasi di sebuah sekolah berasrama di salah satu kabupaten di pulau Flores. Ada ratusan orang yang datang dari pelbagai daerah di NTT dan tinggal di salah satu sekolah berasrama. Setiap orang membawa budaya dan kekhasan mereka masing-masing.

Salah satu kekhasan itu adalah nama. Ada teman-teman yang mempunyai nama belakang sama, tetapi nama depan dan tengah berbeda. Hal itu menandakan jika mereka berasal dari suku dan daerah yang sama. Karena ini, gampang mengidentifikasi tentang asal mereka.

Ada pula nama-nama yang bisa dipahami untuk bahasa daerah. Ada yang bermakna positif, dan ada pula yang berkonotasi negatif.

Salah seorang teman begitu terkejut ketika namanya berarti alat vital perempuan pada bahasa daerah di kabupaten di mana sekola berasrama itu berada. Padahal, namanya sangat biasa dipakai di mana dia berasal. Namun, saat dia berada di kabupaten itu, dia menyadari jika nama belakangnya berkonotasi agak negatif.

Begitu namanya dibacakan di waktu orientasi, teman-teman yang berasal dari kabupaten itu tersenyum. Alasannya, mereka mengerti. Arti namanya cukup sensitif bila dipakai dalam pergaulan. Itu tidak boleh diucapkan sembarangan karena itu bisa melukai perasaan orang lain, terlebih khusus kaum perempuan.

Sebaliknya, yang tidak mengerti dengan artinya, mereka hanya diam dan penasaran di balik arti nama itu. Karena itu, mereka pun mencari tahu arti dari namanya itu.

Setelah mereka tahu, mereka tidak terlalu terkejut. Alasannya, mereka juga tidak terbiasa dengan kata tersebut. Bagi yang mengerti dan memahami arti dari nama teman itu, mereka merasa sangat geli setiap kali nama itu dipanggil.

Maka dari itu, pembina asrama memintanya untuk menuliskan namanya itu dengan inisial saja. Tidak perlu dikatakan kalau berada di tengah masyarakat. Jangan sampai itu memberikan kesan tertentu. Bukan hanya orang lain tertawa, tetapi itu bisa membuatnya tidak nyaman.

Nama teman ini hanyalah salah satu contoh. Ada lagi teman yang nama belakangnya berkonotoasi alat kelamin laki-laki di budaya lain.

Dia baru tahu saat orang-orang yang berasal dari budaya itu tertawa setiap kali namanya disebutkan. Karena ini, dia jarang menuliskan nama belakangnya ketika dia menempatkannya di tempat umum. Nama itu selalu menggunakan inisial, yang merupakan huruf pertama dari namanya.

Arti sebuah nama bergantung pada budaya setiap orang. Setiap budaya bisa memahaminya secara berbeda bergantung pada maknya. Namun, ada pula yang tidak berarti apa-apa. Hanya sekadar nama untuk menunjukkan identitas.

Pada hari-hari terakhir, kita terlibat dalam polemik tentang kata "Anjay." Saya sendiri tidak memahami kata ini dengan baik. Kalau tidak salah, kata anjay ini dikaitkan dengan anjing.  

Andaikata ada orang yang mengatakan anjay kepada saya, saya merasa biasa-biasa saja. Barangkali juga hal yang sama terjadi jika saya mengatakan kepada teman-teman Indonesia di sini yang tidak memahaminya.

Namun, ketika orang mengatakan kepada saya, "Anjing",  mungkin saya akan bereaksi. Pasalnya, saya memahaminya dengan baik.

Salah satu pelajaran dari polemik anjay adalah perlunya melihat makna setiap kata dengan cermat. Jangan hanya terjebak pada salah satu konteks, tetapi melupakan konteks lainnya. Kalau hanya memaksakan satu konteks, itu bisa membawa kita pada sikap tertutup. Ujung-ujungnya, pada pemahaman dan penafsiran yang terbatas dan salah.

Saya pun teringat di saat-saat awal belajar bahasa Tagalog, salah satu bahasa Filipina. Seorang teman dari negara Brasil mengatakan bahwa belajar bahasa merupakan proses selama hidup kita. Kita tidak bisa menguasai bahasa itu secara total. Makanya, kita perlu belajar dan terus belajar agar kita bisa memahami dengan baik.

Berhadapan dengan fenomena "anjay", mungkin kita pun perlu menyadari tentang kekayaan sebuah bahasa. Bahasa sulit dipahami secara total. Makanya, kita selalu berproses untuk belajar tentang bahasa yang kita ucapkan setiap hari. Proses belajar itu bukan saja mencakupi artinya, tetapi konteks di mana kata itu dipakai.

Terlebih lagi untuk konteks Indonesia yang beraneka suku dan budaya. Setiap suku dan budaya mempunyai kekhasannya masing-masing. Di balik kekhasan itu, kita perlu berlaku respek dan terbuka untuk belajar tanpa masuk pada penghakiman yang salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun