Selain itu, malam itu juga diberikan kesempatan bagi yang hadir untuk berdansa seperti ikut menemani dan menikmati kebahagiaan bersama pasangan yang mau menikah. Â
Malam Bisperas bukan saja momen untuk merayakan kebahagiaan bersama kedua mempelai. Tetapi ini juga menjadi kesempatan bagi pasangan untuk mencari dana.
Dana yang dikumpulkan ini biasanya dipakai sebagai titik awal dari pasangan untuk memulai kehidupan berkeluarga.
Tidak sampai di situ. Di hari pernikahan, setelah perayaan nikah di gereja, kedua mempelai juga akan dijamu oleh banyak orang di tempat resepsi. Di sini, acara pesta nikah selalu dibuat siang hari.
Sebelum menikmati santapan siang, keduanya akan berdansa. Sambil berdansa, orang-orang yang diundang akan melekatkan dan menggantung sejumlah uang pada tubuh pasangan yang baru menikah ini. Mereka bisa berdansa 3-4 kali bergantung komando dari pengatur acara.
Saya perhatikan jika semakin lama berdansa, semakin banyak orang memberi. Ini juga bergantung pada situasi keuangan dari orang-orang yang diundang.
Setelah santap siang, pihak penyelenggara acara akan menghitung uang yang terkumpul sejak malam sebelumnya, malam Bisperas hingga pada hari nikah. Setelah dihitung, jumlah uang itu akan diumumkan ke publik.
Kalau jumlahnya besar, pasti kedua pasangan dan keluarga mereka senang. Kalau jumlahnya pas-pasan, ada saja orang yang merelakan diri untuk menambahkan jumlah tersebut.
Situasi seperti ini tentunya menguntungkan pasangan yang menikah. Paling tidak, mereka mempunyai dana awal untuk memulai kehidupan berkeluarga.
Mungkin karena ini, banyak orang yang memilih menunda perayaan nikah daripada menikah di masa pandemi. Menikah di tengah situasi pandemi berarti mengikuti protokol kesehatan.
Jumlah orang yang hadir dibatasi. Acara begitu kering karena beberapa tempat menerapkan aturan acara tanpa musik. Juga, acara Bisperas ditiadakan karena apa yang dilakukan itu sangat berseberangan dengan protokol kesehatan.