Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menkes Terawan Ganti Istilah Surveilans Covid-19, Tanda-tanda Tidak Ada Reshuffle?

15 Juli 2020   17:35 Diperbarui: 15 Juli 2020   17:40 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi korona masih bergelayut di bumi Nusantara. Pasien terus bertambah. Jumlah pasien yang meninggal dunia meningkat. Begitu pula, jumlah pasien yang sembuh.

Data per hari ini (15/7), menunjukkan bahwa ada tambahan 1,522 kasus. Dengan ini, kasus Covid-19 di Indonesia sudah melebihi 80,000 kasus. Dari jumlah ini, tingkat kematian mencapai 3,797 orang dan yang dinyatakan sembuh 39,050 pasien.

Dari data ini, kita bisa melihat bahwa Indonesia masih berada dalam situasi yang cukup serius. Belum ada tanda-tanda yang jelas kapan pandemi ini menurun. Malahan, yang terjadi jumlah kasus terus meningkat.

Ini menjadi pekerjaan besar, bukan hanya buat pemerintah, tetapi masyarakat secara umum. Kesuksesan dalam menangani pandemi bergantung pada keselarasan antara cara kerja pemerintah dalam penanganan pandemi dengan tanggung jawab masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan.

Di balik angka kasus korona yang terus meningkat ini di Indonesia, Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Terawan Agus Putranto mengganti beberapa istilah yang    melekat dengan situasi pandemi korona. 

Melansir berita dari Kompas.com (14/7), pergantian istilah ini digariskan lewat penerbitan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Adapun beberapa istilah yang diganti. Orang dalam pemantauan (ODP) diganti dengan istilah kontak erat, pasien dalam pengawasan (PDP) dengan kasus suspek dan Orang tanpa gejala (OTG) dengan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).

Ketika istilah-istilah baru masuk, masyarakat juga perlu menyesuaikan diri. Sudah terbiasa dengan ODP, PDP, dan OTG, kali ini masyarakat harus mengakrabi diri dengan istilah-istilah baru.

Memang, hanya perubahan istilah. Secara umum, makna yang terkandung di dalamnya sama. Hanya persoalannya, pada level masyarakat. Tingkat pemahaman masyarakat berbeda-beda. Berganti istilah bukanlah perkara gampang. Masyarakat perlu menyesuaikan diri dengan istilah-istilah baru.

Tidak bisa diragukan, istilah-istilah medis sangatlah penting. Tujuannya, agar yang awam dengan dunia medis, termasuk saya, bisa diarahkan. Dengan istilah-istilah itu, kita bisa tahu klasifikasi tertentu dan bagaimana memahami, menjelaskan, dan membedakan sebuah situasi dalam konteks tertentu.

Selain itu, hemat saya, pergantian istilah ini seyogianya dibarengi dengan harapan baru. Istilah berganti, sistem kerja lebih baik, dan hasil di lapangan juga ikut membaik. Namun, saat pergantian istilah tidak dibarengi dengan sistem kerja dan hasil di lapangan. Jadinya pergantian istilah ini seolah untuk memenuhi tuntutan administrasi.

Secara pribadi saya berharap agar pergantian istilah menjadi langkah baru untuk meminimalisir kasus korona di Indonesia. Bukan sebaliknya, kasus terus menumpuk dan penanganan seolah tidak berujung buah positif.

Memang, penanganan pandemi korona tidak hanya sekadar tugas Menkes Terawan dan pemerintah secara umum. Ini menjadi tanggung jawab bersama.

Prinsip utama adalah kesehatan itu mulai bergerak dari tanggung jawab pribadi. Tugas pemerintah adalah menopang kita agar apa yang kita upayakan secara pribadi bisa juga bermanfaat untuk banyak orang.

Persoalannya, jika pemerintah bergerak lambat dan tidak peka pada krisis pandemi yang terjadi. Sementara itu, masyarakatnya tidak mau tahu dan peduli dengan situasi yang terjadi. Alhasil, masalah sulit terpecahkan dengan baik. 

Departemen Kesehatan, dalam hal ini Menkes Terawan, menjadi salah satu sosok yang disoroti dalam kemarahan Presiden Jokowi beberapa pekan lalu. Dalam kemarahan ini, Presiden Jokowi juga menginsyarakan untuk melakukan reshuffle dan pembubaran lembaga pemerintahan.

Isu reshuffle menyeruak ke permukaan. Pelbagai pendapat mengemuka. Menkes Terawan menjadi salah satu sasaran tembak publik. 

Namun, setelah beberapa pekan selepas kemarahan Jokowi, isu reshuffle terlihat perlahan melemah. Kelihatannya tidak ada yang di-reshuffle. Malahan, yang berkembang saat ini adalah pembubaran beberapa lembaga di bawah payung pemerintahan.

Pertanyaannya, akankah reshuffle tetap dibuat? Hanya Presiden Jokowi yang bisa menjawab.

Langkah Menkes Terawan mengganti istilah surveilans Covid-19 menjadi bagian dari rencana kerjanya. Harapannya, pergantian istilah-istilah ini dibarengi dengan cara kerja dan hasil baik di tengah masyarakat. 

Selain itu, langkah Menkes Terawan bisa membahasakan jika Presiden Jokowi masih memercayainya mengomandai departemen kesehatan. Toh, untuk apa mengganti istilah di saat kinerja disoroti dan isu reshuffle memanas di dunia politik. Dengan kata lain, reshuffle barangkali hanya sekadar isu pemanas dunia politik.  

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun