Secara pribadi saya berharap agar pergantian istilah menjadi langkah baru untuk meminimalisir kasus korona di Indonesia. Bukan sebaliknya, kasus terus menumpuk dan penanganan seolah tidak berujung buah positif.
Memang, penanganan pandemi korona tidak hanya sekadar tugas Menkes Terawan dan pemerintah secara umum. Ini menjadi tanggung jawab bersama.
Prinsip utama adalah kesehatan itu mulai bergerak dari tanggung jawab pribadi. Tugas pemerintah adalah menopang kita agar apa yang kita upayakan secara pribadi bisa juga bermanfaat untuk banyak orang.
Persoalannya, jika pemerintah bergerak lambat dan tidak peka pada krisis pandemi yang terjadi. Sementara itu, masyarakatnya tidak mau tahu dan peduli dengan situasi yang terjadi. Alhasil, masalah sulit terpecahkan dengan baik.Â
Departemen Kesehatan, dalam hal ini Menkes Terawan, menjadi salah satu sosok yang disoroti dalam kemarahan Presiden Jokowi beberapa pekan lalu. Dalam kemarahan ini, Presiden Jokowi juga menginsyarakan untuk melakukan reshuffle dan pembubaran lembaga pemerintahan.
Isu reshuffle menyeruak ke permukaan. Pelbagai pendapat mengemuka. Menkes Terawan menjadi salah satu sasaran tembak publik.Â
Namun, setelah beberapa pekan selepas kemarahan Jokowi, isu reshuffle terlihat perlahan melemah. Kelihatannya tidak ada yang di-reshuffle. Malahan, yang berkembang saat ini adalah pembubaran beberapa lembaga di bawah payung pemerintahan.
Pertanyaannya, akankah reshuffle tetap dibuat? Hanya Presiden Jokowi yang bisa menjawab.
Langkah Menkes Terawan mengganti istilah surveilans Covid-19 menjadi bagian dari rencana kerjanya. Harapannya, pergantian istilah-istilah ini dibarengi dengan cara kerja dan hasil baik di tengah masyarakat.Â
Selain itu, langkah Menkes Terawan bisa membahasakan jika Presiden Jokowi masih memercayainya mengomandai departemen kesehatan. Toh, untuk apa mengganti istilah di saat kinerja disoroti dan isu reshuffle memanas di dunia politik. Dengan kata lain, reshuffle barangkali hanya sekadar isu pemanas dunia politik. Â
Salam